Terapi Overdosis Acetaminophen / Parasetamol
- Get link
- X
- Other Apps
Dalam rentang dosis terapi, hanya
sebagian kecil asetaminofen dimetabolisme menjadi metabolit reaktif
N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NABQI), yang didetoksifikasi melalui konjugasi
dengan glutathione. Pada kondisi overdosis, jalur metabolisme normal menjadi
jenuh; oleh karena itu, fraksi i dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450
menjadi NABQI; simpanan glutathione hati menjadi habis, dan NABQI menyebabkan
toksisitas hepatoseluler.
Overdosis parasetamol dapat dibagi
menjadi overdosis tunggal akut dan staggered
overdosis (parasetamol sudah tertelan selama 1 jam atau lebih). Pada
September 2012, Badan Pengawas Obat dan Kesehatan Inggris (MHRA) mengeluarkan
perubahan penilaian dan pengobatan keracunan parasetamol dengan antidot
N-asetilsistein (NAC). Kedua tipe overdosis tersebut harus dirawat pada ambang
batas parasetamol 75mg / kgBB / hari.
Konsumsi asetaminofen >150
mg/kgBB dapat menyebabkan kerusakan hati yang berat. Semula, beberapa pasien
dianggap beresiko tinggi mengalami kerusakan hati (misalnya pecandu alcohol dan
pasien yang mengkonsumsi obat pemicu enzim) sehingga memerlukan perhatian
khusus. Dewasa ini, semua pasien diperlakukan sama, seolah-olah “beresiko
tinggi” dengan ambang batas yang rendah terhadap penggunaan N-asetilsistein
(NAC).
Gejala Klinis:
Mual muntah ringan dan anoreksia di
24 jam pertama, dan kegagalan hati pada 48-72 jam kemudian. Literatur lain
menyebutkan beberapa individu tidak menunjukkan gejala apapun pada 24 jam
pertama (disebut fase 1), gangguan
gastrointestinal, mual muntah, nyeri abdomen pada 24-72 jam (fase 2), menunjukkan gejala jaundice, gagal hati fulminant (akut),
ensefalopati hepatik, bahkan koma pada hari ke 3 hingga hari ke 5 (fase 3), dan pemulihan (setelah satu
minggu) bila tertangani pada fase 3 atau gagal organ multisistem (fase 4).
Nyeri pinggang, hematuria, dan
proteinuria perdarahan akibat kelainan koagulasi dan hiperventilasi akibat
asidosis metabolic. Dalam kasus yang fatal, edema serebral, sepsis dan
koagulasi intravascular diseminata sering terjadi. Namun begitu, tak sedikit
pasien yang selamat dari kerusakan hati berat dan bahkan sembuh total.
Tes fungsi hati normal hingga
>18 jam setelah overdosis. Pemeriksaan laboratorium yang paling sensitive
untuk kerusakan hati adalah INR (dimulai sejak 24 jam setelah overdosis). Enzim
hati (ALT dan AST) dapat mencapai >10.000 U/L pada 3-4 hari. Sedangkan
bilirubin naik lebih lambat (maksimal sekitar 5 hari).
Tatalaksana overdosis asetaminofen
<4 jam setelah tertelan |
Pertimbangkan pemberian karbon aktif jika pasien
diketahui menelan 150 mg/kg asetaminofen dalam 1 jam terakhir. Lakukan
pemeriksaan fungsi hati untuk menilai resiko kerusakan hati. Jika hasilnya
diatas garis terapi, berikan NAC secara IV (lihat Grafik 1) |
4-8 jam setelah tertelan |
Lakukan TDM untuk asetaminofen bila memungkinkan
(masih terbatas di Indonesia), gunakan grafik terapi asetaminofen (lihat
Grafik 1) untuk menilai resiko kerusakan hati. Jika hasilnya diatas garis
terapi atau hanya sedikit dibawahnya, berikan NAC secara IV. Terapi ini
efektif diberikan sebelum 8 jam setelah tertelan |
8-24 jam setelah tertelan |
Diperlakukan tindakan segera. Mulai terapi NAC
secara IV sesegera mungkin jika pasien diketahui menelan >150 mg/kgBB
asetaminofen. Lakukan pengukuran kadar asetaminofen dalam darah jika
memungkinkan (masih terbatas di Indonesia), kreatinin, fungsi hati dan INR.
Gunakan grafik terapi (lihat Grafik 1) asetaminofen untuk menilai resiko
kerusakan hati. Jika kadar asetaminofen berada dibawah garis dan pasien
asimptomatik, maka hentikan terapi NAC. NAC hanya dilanjutkan bila garif
kadar berada diatas garis grafik terapi, atau pasien mengalami mual muntah.
Setelah 12-15 jam, grafik menjadi tidak relevan. Jika tidak meyakinkan,
terapi dengan NAC, terutama jika ALT meningkat bahkan jika kadarnya dibawa
garis terapi. |
>24 jam setelah tertelan |
Lakukan pemeriksaan kadar asetaminofen dalam
darah bila memungkinkan (masih terbatas di Indonesia), fungsi hati, ureum dan
elektrolit, kreatinan, INR dan analisa gas darah. Mulai terapi NAC secara IV jika
pasien menunjukkan gejala jaundice atau
nyeri tekan pada hati. Namun jika pasien asimptomatik dengan kadar
asetaminofen yang tidak terdeteksi dan tekanan darah normal, maka terapi
tidak diperlukan. |
Overdosis berat |
Mulai pemberian NAC dan pemeriksaan darah
setidaknya 4 jam setelah tertelan. Namun bila pasien asimptomatik, kadar ALT,
ureum dan elektrolit normal, INR <1,3 dan kadar asetaminofen dalam darah
<10 mg/l, pertimbangkan penghentian NAC. |
Grafik 1. Grafik Terapi Asetaminofen/Parasetamol
Catatan:
Teliti satuan kadar
asetaminofen dalam darah (jika TDM memungkingkan), apakah dalam mg/l atau
mmol/l. Segera mulai terapi jika ragu-ragu terjadi overdosis atau jika kadar
asetaminofen dalam darah hanya sedikit dibawah garis terapi pada grafik diatas.
NAC
NAC merupakan glutation pengganti yang digunakan sebagai antidot. Pemberian NAC dianjurkan pada semua pasien yang dicurigai overdosis asetaminofen, karena aman, efektif mencegah toksisitas hati dalam 24 jam setelah tertelan. Namun, setelah 24 jam, tidak ada terapi spesifik untuk mencegah toksisitas hati yang disebabkan oleh asetaminofen. Bila pasien muntah-muntah, maka pemberian NAC dapat melalui rute IV.
- NAC diberikan secara infus intravena dalam glukosa 5%. Dosis awal sebesar 150 mg/kgBB dalam 200 ml glukosa selama 1 jam, 50 mg/kgBB dalam 500 ml selama 4 jam, kemudian dilanjutkan dengan 100 mg/kg dalam 1L selama 16 jam.
- NAC 140 mg/kg melalui NGT 1x dosis, kemudian 70 mg/kg melalui NGT atau 150 mg/kg melalui IV 1x dosis, kemudian 50 mg/kg setiap 4 jam 5x dosis, terapi jangka panjang diawali dengan 20 jam pertama hingga tes fungsi hati membaik
- Pada pasien obesitas (BB >110 kg), hitung dosis toksik dalam mg/kgBB dan dosis NAC menggunakan berat badan 110 kg, bukan berat badan ideal
- Efek samping NAC terjadi terutama bila kadar asetaminofen dalam darah sangat rendah, meliputi eritema, urtikaria disekitar area infus atau ruam, gatal-gatal, muntah, angioedema, bronkospasme. Hipotensi atau hipertensi pernah dilaporkan namun jarang. Efek samping yang timbul tergantung dengan dosis dan terjadi di jam pertama terapi. Jika efek samping terjadi, hentikan infus dan berikan antihistamin (misalnya klorfeniramin 10 mg secara IV selama 1 menit). Bila gejala menetap, kurangi kecepatan infus NAC, dianjurkan memberikan 1 kantung infus pertama selama 2 jam dan dilanjutkan dengan kecepatan infus normal.
- Pemberian regimen terapi selama 12 jam terbukti lebih efektif dengan efek samping minimal, namun ini masih jarang dilakukan. Pada kasus langka (seperti akses vena buruk), berikan NAC per oral
Kelebihan NAC aman bagi mayoritas pasien. sedangkan overdosis
asetaminofen yang tidak tertangani dapat menyebabkan kematian.
Activated charcoal
Jika dosis asetaminofen yang dikonsumsi masih belum diketahui secara
pasti, maka tentukan kadar asetaminofen dalam darah (bila memungkinkan) untuk
mengetahui apakah kemungkinan terjadi toksisitas, tetapi jangan menunggu
hasilnya untuk memberikan NAC. Penentuan kadar obat dalam darah (lazim disebut therapeutic drug monitoring, TDM) sangat
jarang dilakukan di Indonesia. Untuk itu, dianjurkan pemberian NAC langsung
kepada pasien yang dicurigai overdosis asetaminofen, terutama bila kadar
asetaminofen dalam darah >1000 mg/l, koma/hipotensi. Activated charcoal diberikan per oral atau melalui orogastric tube dengan dosis 50 g pada
dewasa, 1g/kgBB pada anak maksimal 50 g). Activated
charcoal seringkali menyebabkan mual. Aspirasi kedalam paru bisa
menyebabkan pneumonitis fatal. Selain itu, obat ini menyebabkan konstipasi,
terutama bila diberikan dalam dosis berulang.
Dosis asetaminofen:
- 10 g à toksik
- 15 g à fatal
Anak-anak
Keracunan asetaminofen jarang terjadi pada anak. Hal ini disebabkan
karena anak jarang menerima dosis dalam jumlah besar, metabolism yang berbeda
dengan pasien dewasa, dan kemungkinan resiko hepatotoksik yang rendah
disbanding pasien dewasa. Terapi sama dengan dewasa, namun dengan volume cairan
infus intravena yang lebih kecil disbanding dewasa.
Kehamilan
Lakukan penilaian toksisitas dan perlakukan seperti pasien dewasa
umumnya. NAC aman bagi janin, tidak teratogenik, dan dapat mencegah kerusakan
hati. Bila keracunan terjadi pada wanita hamil, hitung dosis yang tertelan
berdasarkan berat badan normal (berat badan sebelum pasien hamil) dan berat
badan actual.
Staggered overdosis
Jika pasien diketahui telah menelan asetaminofen berlebihan (≥75
mg/kg) selama >1 jam, maka kondisi ini dikategorikan sebagai “staggered overdosis”. Lakukan pemerikaan
INR, tes fungsi hati, urea dan elektrolit. Berikan NAC sesegera mungkin.
Outcome terapi
Terapi NAC dalam 8 jam pertama setelah overdosis sangat efektif dalam
mencegah kerusakan fungsi hati dan ginjal. Pemberian >8 jam masih
bermanfaat, meskipun efektivitasnya kurang.
Presentasi klinis setelah
keracunan asetaminofen
Pasien yang telat ditangani lebih mudah mengalami overdosis berat
dibandingkan mereka yang datang segera setelah tertelan. Individu yang datang
terlambat seringkali terus muntah dan nyeri abdomen, yang merupakan gejala
kerusakan hati.
Transplantasi hati
Transplantasi hati merupakan pilihan untuk mengatasi gagal hati pada
pasien overdosis asetaminofen yang telat ditangani. Kriteria tindakan ini
meliputi kondisi asidosis (>36 jam setelah overdosis) disertai pH arteri
darah <7,3 setelah resusitasi, atau PT >100 s (INR >6,7) dan kreatinin
>300 mmol/L pada pasien ensefalopati hepatik derajat 3 atau 4, laktat
>3,5 mmol/L pada saat masuk unit transplantasi hati atau >3,0 mmol/l
setelah resusitasi cairan.
Catatan:
- Dosis lazim maksimal asetaminofen 15 mg/kgBB 4 kali sehari hingga 4 g/24 jam.
- Metabolism asetaminofen menghasilkan N-acetyl-p-benzoquinone imine disingkat NAPQI (metabolit toksik), menyebabkan kerusakan hepatosit secara langsung
- Bila berikatan dengan glutation di hati bisa menyebabkan nekrosis hati, NAPQI bersifat inert dan diekskresikan melalui urine, asetaminofen toksik dihasilkan dari kelebihan glutation
- Gagal ginjal akibat nekrosis tubulus akut kadang-kadang terjadi, namun gagal ginjal tanpa gagal hati jarang terjadi
- Overdosis asetaminofen tak disengaja seringkali terjadi akibat kesalahan perhitungan dosis pediatric vs bayi
- Bayi 80 mg/0,8 ml = 100 mg/ml; pediatric 160 mg/5 ml (5 ml = 1 sendok teh) = 32 mg/ml.
Studi kasus
Seorang pria
dilarikan ke IGD beberapa jam setelah menelan sebotol tablet asetaminofen
forte. Langkah apa yang sebaiknya dilakukan dalam menangani pasien tersebut?
a)
Skrining toksikologi urine
b)
N-asetilsistein
c)
Penentuan kadar asetaminofen dalam darah (TDM)
d)
Transfer ke ICU
e)
Tes fungsi hati
f)
Pengosongan lambung
Jawaban: B dan D.
Pemberian antidot
spesifik sangat penting pada penanganan kasus overdosis asetaminofen. Dalam hal
ini, berikan NAC dan bila memungkinkan segera transfer ke ICU.
Sumber:
- Ramrakha PS, Moore KP, Sam A, 2019. Oxford Handbook of Acute Medicine, Fourth Edition. New York: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-879742-5.
- Fischer C, 2018. USMLE Master the Boards Step 3 Fifth Edition, Kaplan Publishing Books, ISBN 978-1-5062-2-588-2.
- Zane RD, Kosowsky JM, 2019. Pocket Notebook: Pocket Emergency Medicine Fourth Edition, Wolters Kluwer. ISBN 9781975103651.
- Gov.UK, 2012, Treating paracetamol overdose with intravenous acetylcysteine: new guidance, Drug Safety Update September 2012, 6(2). Available on: https://www.gov.uk/drug-safety-update/treating-paracetamol-overdose-with-intravenous-acetylcysteine-new-guidance
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment