Bagaimana penyesuaian dosis obat antidiabetes oral dan insulin selama bulan Ramadhan?

Image
Bulan ini umat muslim di seluruh dunia menjalani ibadah puasa ramadhan, termasuk para penderita diabetes. Perubahan pola dan jadwal makan serta aktivitas fisik selama berpuasa akan mempengaruhi kadar gula darah, terutama resiko hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, dehidrasi dan thrombosis. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pasien diabetes sebelum berpuasa di bulan Ramadhan: Melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh 1-2 bulan sebelum ramadhan Melakukan pemantauan kadar gula darah secara teratur, terutama di siang hari dan menjelang berbuka puasa Tidak berpuasa bila merasa tubuh kurang sehat Berkonsultasi dengan Dokter atau Apoteker terkait penyesuaian jadwal minum obat antidiabetes oral atau insulin  Tidak melewatkan waktu makan, menghindari minuman dan makanan manis berlebihan Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan terutama beberapa saat menjelang waktu berbuka puasa Menghentikan puasa bila kadar gula darah kurang dari 80 mg/dl atau lebih dari 300 mg/dl ...

Terapi Overdosis Acetaminophen / Parasetamol


Dalam rentang dosis terapi, hanya sebagian kecil asetaminofen dimetabolisme menjadi metabolit reaktif N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NABQI), yang didetoksifikasi melalui konjugasi dengan glutathione. Pada kondisi overdosis, jalur metabolisme normal menjadi jenuh; oleh karena itu, fraksi i dimetabolisme melalui sistem sitokrom P450 menjadi NABQI; simpanan glutathione hati menjadi habis, dan NABQI menyebabkan toksisitas hepatoseluler.

Overdosis parasetamol dapat dibagi menjadi overdosis tunggal akut dan staggered overdosis (parasetamol sudah tertelan selama 1 jam atau lebih). Pada September 2012, Badan Pengawas Obat dan Kesehatan Inggris (MHRA) mengeluarkan perubahan penilaian dan pengobatan keracunan parasetamol dengan antidot N-asetilsistein (NAC). Kedua tipe overdosis tersebut harus dirawat pada ambang batas parasetamol 75mg / kgBB / hari.

Konsumsi asetaminofen >150 mg/kgBB dapat menyebabkan kerusakan hati yang berat. Semula, beberapa pasien dianggap beresiko tinggi mengalami kerusakan hati (misalnya pecandu alcohol dan pasien yang mengkonsumsi obat pemicu enzim) sehingga memerlukan perhatian khusus. Dewasa ini, semua pasien diperlakukan sama, seolah-olah “beresiko tinggi” dengan ambang batas yang rendah terhadap penggunaan N-asetilsistein (NAC).

 

Gejala Klinis:

Mual muntah ringan dan anoreksia di 24 jam pertama, dan kegagalan hati pada 48-72 jam kemudian. Literatur lain menyebutkan beberapa individu tidak menunjukkan gejala apapun pada 24 jam pertama (disebut fase 1), gangguan gastrointestinal, mual muntah, nyeri abdomen pada 24-72 jam (fase 2), menunjukkan gejala jaundice, gagal hati fulminant (akut), ensefalopati hepatik, bahkan koma pada hari ke 3 hingga hari ke 5 (fase 3), dan pemulihan (setelah satu minggu) bila tertangani pada fase 3 atau gagal organ multisistem (fase 4).

Nyeri pinggang, hematuria, dan proteinuria perdarahan akibat kelainan koagulasi dan hiperventilasi akibat asidosis metabolic. Dalam kasus yang fatal, edema serebral, sepsis dan koagulasi intravascular diseminata sering terjadi. Namun begitu, tak sedikit pasien yang selamat dari kerusakan hati berat dan bahkan sembuh total.

Tes fungsi hati normal hingga >18 jam setelah overdosis. Pemeriksaan laboratorium yang paling sensitive untuk kerusakan hati adalah INR (dimulai sejak 24 jam setelah overdosis). Enzim hati (ALT dan AST) dapat mencapai >10.000 U/L pada 3-4 hari. Sedangkan bilirubin naik lebih lambat (maksimal sekitar 5 hari).

 

Tatalaksana overdosis asetaminofen

<4 jam setelah tertelan

Pertimbangkan pemberian karbon aktif jika pasien diketahui menelan 150 mg/kg asetaminofen dalam 1 jam terakhir. Lakukan pemeriksaan fungsi hati untuk menilai resiko kerusakan hati. Jika hasilnya diatas garis terapi, berikan NAC secara IV (lihat Grafik 1)

4-8 jam setelah tertelan

Lakukan TDM untuk asetaminofen bila memungkinkan (masih terbatas di Indonesia), gunakan grafik terapi asetaminofen (lihat Grafik 1) untuk menilai resiko kerusakan hati. Jika hasilnya diatas garis terapi atau hanya sedikit dibawahnya, berikan NAC secara IV. Terapi ini efektif diberikan sebelum 8 jam setelah tertelan

8-24 jam setelah tertelan

Diperlakukan tindakan segera. Mulai terapi NAC secara IV sesegera mungkin jika pasien diketahui menelan >150 mg/kgBB asetaminofen. Lakukan pengukuran kadar asetaminofen dalam darah jika memungkinkan (masih terbatas di Indonesia), kreatinin, fungsi hati dan INR. Gunakan grafik terapi (lihat Grafik 1) asetaminofen untuk menilai resiko kerusakan hati. Jika kadar asetaminofen berada dibawah garis dan pasien asimptomatik, maka hentikan terapi NAC. NAC hanya dilanjutkan bila garif kadar berada diatas garis grafik terapi, atau pasien mengalami mual muntah. Setelah 12-15 jam, grafik menjadi tidak relevan. Jika tidak meyakinkan, terapi dengan NAC, terutama jika ALT meningkat bahkan jika kadarnya dibawa garis terapi.

>24 jam setelah tertelan

Lakukan pemeriksaan kadar asetaminofen dalam darah bila memungkinkan (masih terbatas di Indonesia), fungsi hati, ureum dan elektrolit, kreatinan, INR dan analisa gas darah. Mulai terapi NAC secara IV jika pasien menunjukkan gejala jaundice atau nyeri tekan pada hati. Namun jika pasien asimptomatik dengan kadar asetaminofen yang tidak terdeteksi dan tekanan darah normal, maka terapi tidak diperlukan.

Overdosis berat

Mulai pemberian NAC dan pemeriksaan darah setidaknya 4 jam setelah tertelan. Namun bila pasien asimptomatik, kadar ALT, ureum dan elektrolit normal, INR <1,3 dan kadar asetaminofen dalam darah <10 mg/l, pertimbangkan penghentian NAC.

 

Grafik 1. Grafik Terapi Asetaminofen/Parasetamol

 

Catatan:

Teliti satuan kadar asetaminofen dalam darah (jika TDM memungkingkan), apakah dalam mg/l atau mmol/l. Segera mulai terapi jika ragu-ragu terjadi overdosis atau jika kadar asetaminofen dalam darah hanya sedikit dibawah garis terapi pada grafik diatas.

 

 

NAC

NAC merupakan glutation pengganti yang digunakan sebagai antidot. Pemberian NAC dianjurkan pada semua pasien yang dicurigai overdosis asetaminofen, karena aman, efektif mencegah toksisitas hati dalam 24 jam setelah tertelan. Namun, setelah 24 jam, tidak ada terapi spesifik untuk mencegah toksisitas hati yang disebabkan oleh asetaminofen. Bila pasien muntah-muntah, maka pemberian NAC dapat melalui rute IV.

  1. NAC diberikan secara infus intravena dalam glukosa 5%. Dosis awal sebesar 150 mg/kgBB dalam 200 ml glukosa selama 1 jam, 50 mg/kgBB dalam 500 ml selama 4 jam, kemudian dilanjutkan dengan 100 mg/kg dalam 1L selama 16 jam.
  2. NAC 140 mg/kg melalui NGT 1x dosis, kemudian 70 mg/kg melalui NGT atau 150 mg/kg melalui IV 1x dosis, kemudian 50 mg/kg setiap 4 jam 5x dosis, terapi jangka panjang diawali dengan 20 jam pertama hingga tes fungsi hati membaik
  3. Pada pasien obesitas (BB >110 kg), hitung dosis toksik dalam mg/kgBB dan dosis NAC menggunakan berat badan 110 kg, bukan berat badan ideal
  4. Efek samping NAC terjadi terutama bila kadar asetaminofen dalam darah sangat rendah, meliputi eritema, urtikaria disekitar area infus atau ruam, gatal-gatal, muntah, angioedema, bronkospasme. Hipotensi atau hipertensi pernah dilaporkan namun jarang. Efek samping yang timbul tergantung dengan dosis dan terjadi di jam pertama terapi. Jika efek samping terjadi, hentikan infus dan berikan antihistamin (misalnya klorfeniramin 10 mg secara IV selama 1 menit). Bila gejala menetap, kurangi kecepatan infus NAC, dianjurkan memberikan 1 kantung infus pertama selama 2 jam dan dilanjutkan dengan kecepatan infus normal.
  5. Pemberian regimen terapi selama 12 jam terbukti lebih efektif dengan efek samping minimal, namun ini masih jarang dilakukan. Pada kasus langka (seperti akses vena buruk), berikan NAC per oral

Kelebihan NAC aman bagi mayoritas pasien. sedangkan overdosis asetaminofen yang tidak tertangani dapat menyebabkan kematian.

 

Activated charcoal

Jika dosis asetaminofen yang dikonsumsi masih belum diketahui secara pasti, maka tentukan kadar asetaminofen dalam darah (bila memungkinkan) untuk mengetahui apakah kemungkinan terjadi toksisitas, tetapi jangan menunggu hasilnya untuk memberikan NAC. Penentuan kadar obat dalam darah (lazim disebut therapeutic drug monitoring, TDM) sangat jarang dilakukan di Indonesia. Untuk itu, dianjurkan pemberian NAC langsung kepada pasien yang dicurigai overdosis asetaminofen, terutama bila kadar asetaminofen dalam darah >1000 mg/l, koma/hipotensi. Activated charcoal diberikan per oral atau melalui orogastric tube dengan dosis 50 g pada dewasa, 1g/kgBB pada anak maksimal 50 g). Activated charcoal seringkali menyebabkan mual. Aspirasi kedalam paru bisa menyebabkan pneumonitis fatal. Selain itu, obat ini menyebabkan konstipasi, terutama bila diberikan dalam dosis berulang.

 

Dosis asetaminofen:

  • 10 g à toksik
  • 15 g à fatal

 Jumlah gram obat yang dibutuhkan untuk menyebabkan toksik dan fatal akan lebih rendah pada pasien gangguan hati atau penyalahgunaan alkohol.

 

Anak-anak

Keracunan asetaminofen jarang terjadi pada anak. Hal ini disebabkan karena anak jarang menerima dosis dalam jumlah besar, metabolism yang berbeda dengan pasien dewasa, dan kemungkinan resiko hepatotoksik yang rendah disbanding pasien dewasa. Terapi sama dengan dewasa, namun dengan volume cairan infus intravena yang lebih kecil disbanding dewasa.

 

Kehamilan

Lakukan penilaian toksisitas dan perlakukan seperti pasien dewasa umumnya. NAC aman bagi janin, tidak teratogenik, dan dapat mencegah kerusakan hati. Bila keracunan terjadi pada wanita hamil, hitung dosis yang tertelan berdasarkan berat badan normal (berat badan sebelum pasien hamil) dan berat badan actual.

 

Staggered overdosis

Jika pasien diketahui telah menelan asetaminofen berlebihan (75 mg/kg) selama >1 jam, maka kondisi ini dikategorikan sebagai “staggered overdosis”. Lakukan pemerikaan INR, tes fungsi hati, urea dan elektrolit. Berikan NAC sesegera mungkin.

 

Outcome terapi

Terapi NAC dalam 8 jam pertama setelah overdosis sangat efektif dalam mencegah kerusakan fungsi hati dan ginjal. Pemberian >8 jam masih bermanfaat, meskipun efektivitasnya kurang.

 

Presentasi klinis setelah keracunan asetaminofen

Pasien yang telat ditangani lebih mudah mengalami overdosis berat dibandingkan mereka yang datang segera setelah tertelan. Individu yang datang terlambat seringkali terus muntah dan nyeri abdomen, yang merupakan gejala kerusakan hati.

 

Transplantasi hati

Transplantasi hati merupakan pilihan untuk mengatasi gagal hati pada pasien overdosis asetaminofen yang telat ditangani. Kriteria tindakan ini meliputi kondisi asidosis (>36 jam setelah overdosis) disertai pH arteri darah <7,3 setelah resusitasi, atau PT >100 s (INR >6,7) dan kreatinin >300 mmol/L pada pasien ensefalopati hepatik derajat 3 atau 4, laktat >3,5 mmol/L pada saat masuk unit transplantasi hati atau >3,0 mmol/l setelah resusitasi cairan.

 

Catatan:

  • Dosis lazim maksimal asetaminofen 15 mg/kgBB  4 kali sehari hingga 4 g/24 jam.
  • Metabolism asetaminofen menghasilkan N-acetyl-p-benzoquinone imine disingkat NAPQI (metabolit toksik), menyebabkan kerusakan hepatosit secara langsung
  • Bila berikatan dengan glutation di hati bisa menyebabkan nekrosis hati, NAPQI bersifat inert dan diekskresikan melalui urine, asetaminofen toksik dihasilkan dari kelebihan glutation
  • Gagal ginjal akibat nekrosis tubulus akut kadang-kadang terjadi, namun gagal ginjal tanpa gagal hati jarang terjadi
  • Overdosis asetaminofen tak disengaja seringkali terjadi akibat kesalahan perhitungan dosis pediatric vs bayi
  • Bayi 80 mg/0,8 ml = 100 mg/ml; pediatric 160 mg/5 ml (5 ml = 1 sendok teh) = 32 mg/ml.

 

Studi kasus

Seorang pria dilarikan ke IGD beberapa jam setelah menelan sebotol tablet asetaminofen forte. Langkah apa yang sebaiknya dilakukan dalam menangani pasien tersebut?

a)      Skrining toksikologi urine

b)      N-asetilsistein

c)       Penentuan kadar asetaminofen dalam darah (TDM)

d)      Transfer ke ICU

e)      Tes fungsi hati

f)       Pengosongan lambung

 

Jawaban: B dan D.

Pemberian antidot spesifik sangat penting pada penanganan kasus overdosis asetaminofen. Dalam hal ini, berikan NAC dan bila memungkinkan segera transfer ke ICU.

 

Sumber:

  1. Ramrakha PS, Moore KP, Sam A, 2019. Oxford Handbook of Acute Medicine, Fourth Edition. New York: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-879742-5.
  2. Fischer C, 2018. USMLE Master the Boards Step 3 Fifth Edition, Kaplan Publishing Books, ISBN 978-1-5062-2-588-2.
  3. Zane RD, Kosowsky JM, 2019. Pocket Notebook: Pocket Emergency Medicine Fourth Edition, Wolters Kluwer. ISBN 9781975103651.
  4. Gov.UK, 2012, Treating paracetamol overdose with intravenous acetylcysteine: new guidance, Drug Safety Update September 2012, 6(2). Available on: https://www.gov.uk/drug-safety-update/treating-paracetamol-overdose-with-intravenous-acetylcysteine-new-guidance

 

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Cara Menghitung ATC dan DDD?

Cara Pemberian Infus Nalokson pada Kasus Penyalahgunaan Opioid

Bagaimana penyesuaian dosis obat antidiabetes oral dan insulin selama bulan Ramadhan?