Bagaimana penyesuaian dosis obat antidiabetes oral dan insulin selama bulan Ramadhan?

Image
Bulan ini umat muslim di seluruh dunia menjalani ibadah puasa ramadhan, termasuk para penderita diabetes. Perubahan pola dan jadwal makan serta aktivitas fisik selama berpuasa akan mempengaruhi kadar gula darah, terutama resiko hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, dehidrasi dan thrombosis. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pasien diabetes sebelum berpuasa di bulan Ramadhan: Melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh 1-2 bulan sebelum ramadhan Melakukan pemantauan kadar gula darah secara teratur, terutama di siang hari dan menjelang berbuka puasa Tidak berpuasa bila merasa tubuh kurang sehat Berkonsultasi dengan Dokter atau Apoteker terkait penyesuaian jadwal minum obat antidiabetes oral atau insulin  Tidak melewatkan waktu makan, menghindari minuman dan makanan manis berlebihan Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan terutama beberapa saat menjelang waktu berbuka puasa Menghentikan puasa bila kadar gula darah kurang dari 80 mg/dl atau lebih dari 300 mg/dl ...

Statin Mencegah Penyakit Kardiovaskular?

 

Statin Mencegah Penyakit Kardiovaskular?

Statin

Statin merupakan terapi utama pada tatalaksana dislipidemia bila gaya hidup jantung sehat tidak efektif. ACC/AHA 2020 mengkategorikan terapi statin menjadi tiga berdasarkan intensitas penurunan low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), yaitu:

Intensitas

Statin

Intensitas-tinggi (penurunan LDL-C hingga 50%)

Atorvastatin 40-80 mg/hari

Rosuvastatin 20-40 mg/hari

Intensitas-sedang (penurunan LDL-C hingga 30-49%)

Atorvastatin 10-20 mg

Fluvastatin 80 mg/hari

Lovastatin 40-80 mg

Pitavastatin 1-4 mg/hari

Pravastatin 40-80 mg/hari

Rosuvastatin 5-10 mg

Simvastatin 20-40 mg/hari

Intensitas-rendah (penurunan LDL-C < 30%)

Fluvastatin 20-40 mg/hari

Lovastatin 20 mg/hari

Pravastatin 10-20 mg/hari

Simvastatin 10 mg/hari

Tabel 1. Pilihan Terapi Statin Berdasarkan Intensitas

 

Non-statin

Terapi non-statin dapat ditambahkan bila kenaikan profil lipid pasien tidak teratasi dengan statin. Uji klinis terbaru melaporkan bahwa penggunaan terapi non-statin terbukti efektif meningkatkan outcome klinis pasien aterosklerosis kardiovaskular (ASCVD). Terapi non-statin yang dimaksud adalah ezetimibe dan golongan penghambat proprotein convertase subtilsinkexin type 9 (PCSK9 Inhibitor), seperti yang dirangkum dalam tabel berikut:

Non-statin

Penurunan Kadar LDL-C

Mekanisme kerja

Ezetimibe

20%

Mengurangi penyerapan kolesterol

PCSK9 Inhibitor (Evolocumab, Alirocumab)

50-60%

Berikatan dengan PCSK9, menghambat pelabelan reseptor LDL pada proses degradasi, sehingga memperpanjang aktivitas reseptor LDL di membran sel.

Tabel 2. Pilihan Terapi Non-Statin


Pencegahan Primer

Algoritma pengambilan keputusan terapi gangguan lipid dibuat berdasarkan pertimbangan kebutuhan pasien. Berikut ini merupakan pencegahan primer sesuai kondisi pasien, yaitu:

Hiperkolesterolemia berat

 

Segera berikan terapi statin intensitas-tinggi.

 

Pertimbangkan penambahan ezetimibe bila LDL-C ≥190 mg/dl atau bila intensitas penurunan LDL-C <50% dengan statin.

 

Pertimbangkan penambahan PCSK9 Inhibitor pada pasien hiperkolesterolemia familial heterozigot atau pada pasien yang mengalami penurunan LDL-C ≥220 mg/dl dengan terapi kombinasi statin dan ezetimibe.

Diabetes mellitus pada dewasa

 

Terlepas dari resiko perkembangan ASCVD dalam 10 tahun, segera berikan terapi statin intensitas-sedang.

 

Terapi bertujuan untuk mengurangi LDL-C setidaknya 50%.

Dewasa berusia 40-75 dengan kadar LDL-C 70-189 mg/dl

 

Sebelum memulai terapi statin, lakukan evaluasi faktor resiko statin dalam hal perkembangan ASCVD dalam 10 tahun, peningkatan resiko, keinginan/kebutuhan pasien, pertimbangan biaya dan efek samping.

 

Gunakan skor kalsium arteri coroner (Coronary artery calcium, CAC) sebagai pertimbangan pengambilan keputusan terapi jika resiko masih belum jelas.

Anak dan dewasa muda

 

Lakukan penilaian faktor resiko pada pasien anak berusia 0-19 tahun.

 

Memulai terapi statin jika pasien mempunyai profil lipid abnormal yang berat atau memperlihatkan gejala klinis hiperkolesterolemia yang tidak teratasi dengan modifikasi gaya hidup selama 3 bulan.

Etnis

 

Meninjau karakter etnis dan ras yang mempengaruhi resiko ASCVD dan intensitas terapi, seperti yang dirangkum pada Tabel 3.

Penyakit ginjal kronis pada pasien dewasa

 

Memulai monoterapi statin intensitas-sedang atau kombinasi statin dengan ezetimibe

Penyakit inflamasi kronis dan HIV pada pasien dewasa

 

Pada pasien dewasa yang berusia 40-75 dengan LDL-C sebesar 70-189 mg/dl disertai dengan resiko ASCVD dalam 10 tahun >5%, pertimbangkan pemberian terapi statin intensitas-sedang atau intensitas-tinggi.

Wanita

 

Riwayat menopause prematur (sebelum usia 40) atau riwayat penyakit dimasa kehamilan (hipertensi, pre-eklampsia, diabetes gestasional, kehamilan dengan bayi kecil, dan persalinan prematur) merupakan faktor peningkat resiko yang sangat mempengaruhi gaya hidup dan pengambilan keputusan terapi

 

Keuntungan Terapi Statin

1.       Pasien hiperkolesterolemia dewasa

Tidak perlu menghitung resiko ASCVD dalam 10 tahun pada pasien berusia 20-75 dengan LDL ≥190 mg/dl. Namun segera mulai terapi statin dengan target penurunan LDL-C minimal 50%. Jika kadar LDL-C tetap >100 mg/dl dengan terapi statin, maka pertimbangkan penambahan ezetimibe. Dan jika pasien mempunyai faktor resiko ASCVD dan kadar LDL-C tetap lebih tinggi dari 100 mg/dl setelah terapi kombinasi statin dan ezetimibe, maka pertimbangkan penambahan PCSK9 inhibitor.

2.       Pasien diabetes mellitus dewasa

Terapi statin intensitas-sedang diindikasikan pada pasien diabetes dewasa, terlepas dari resiko ASCVD dalam 10 tahun. Pertimbangkan pemberian statin intensitas-tinggi bila pasien juga memiliki beberapa faktor resiko. Terapi statin intensitas-tinggi direkomendasikan pada pasien yang memiliki faktor resiko tambahan atau resiko ASCVD dalam 10 tahun >20%.

3.       Individu dewasa berusia 40-75 tanpa penyakit diabetes, dengan kadar LDL-C 70-189 mg/dl

Pada populasi ini, lakukan perhitungan resiko untuk menentukan apakah pasien membutuhkan pengobatan penurun lipid atau tidak. 

Penggunaan persamaan Cohort Pooled

 

Persamaan ini didasarkan oleh usia, jenis kelamin, ras, kolesterol total, HDL-C, tekanan darah sistolik dan apakah pasien menerima obat hipertensi, mempunyai diabetes, atau merokok. Persamaan ini menghasilkan perkiraan resiko pasien mengalami kejadian kardiovaskular dalam 10 tahun kedepan, yang dikategorikan menjadi:

·  Resiko rendah: <5%

·  Ambang batas resiko: 5-7,5%

·  Resiko sedang: 7,5-20%

·  Resiko tinggi: >20%

Meninjau “faktor peningkat” resiko

 

Lakukan evaluasi resiko ASCVD dalam 10 tahun sebelum memulai terapi statin. Termasuk resiko lain selain yang terdapat pada persamaan Cohort Pooled, seperti yang terangkum pada Tabel 3.

Pasien yang termasuk kategori ambang batas resiko atau resiko sedang

 

Dengan mengevaluasi “faktor peningkat resiko”, resiko pasien dapat direvisi. Terapi pencegahan hanya berfokus kepada individu yang beresiko tinggi, dan menghindari terapi berlebihan pada individu beresiko rendah.

Pada kasus yang tidak pasti, pertimbangkan pemeriksaan kalsium arteri coroner (Coronary artery calcium, CAC)

 

Pasien harus diterapi dengan statin intensitas sedang untuk mencapai penurunan LDL-C sebesar 30-49%. Namun jika penilaian resiko masih belum meyakinkan bahkan setelah menggunakan persamaan Cohort Pooled, maka pengambilan keputusan dapat didasarkan atas skor kalsium arteri koroner.

 

Jika skor kalsium arteri coroner = 1-99, terapi statin dianjurkan, terutama pada pasien berusia >55 tahun. Namun jika skor ≥100, terapi statin diindikasikan. Jika skor = 0 hindari statin kecuali pasien merokok atau menderita ASCVD prematur.

Pasien resiko rendah (<5%)

 

Lakukan penekanan modifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko yang dapat dirubah.

Pasien resiko tinggi (>20%)

 

Berikan terapi statin dengan target penurunan LDL-C sebesar 50%.


Riwayat keluarga menderita ASCVD prematur (usia 5 tahun pada pria, dan usia <65 tahun pada wanita)

Hiperkolesterolemia

 

Kadar low-density lipoprotein cholesterol 160-180 mg/dl

 

Kadar non-high-density lipoprotein cholesterol 190-219 mg/dl

Sindrom metabolik, yang ditandai dengan 3 atau lebih gejala berikut:

 

Peningkatan ukuran lingkar pinggang dengan standar tertentu sesuai etnis

 

Kadar trigliserida puasa >150 mg/dl

 

Tekanan darah tinggi

 

Peningkatan kadar gula darah

 

Kadar low-density lipoprotein cholesterol <40 mg/dl pada pria, dan <50 mg/dl pada wanita

 

Penyakit ginjal kronis (perkiraan GFR 15-59 ml/menit/1,73 m2)

Inflamasi kronis (misalnya: psoriasis, rematik artritis, lupus, infeksi HIV, acquired immunodeficiency syndrome)

Riwayat menopause prematur (usia <40 tahun) dan riwayat kondisi kehamilan yang meningkatkan resiko ASCVD seperti pre-eklampsia

Etnis atau ras resiko tinggi (misalnya, Asia selatan)

Biomarker atau profil lipid terkait peningkatan resiko:

 

Hipertrigliseridemia yang menetap (≥175 mg/dl tanpa-berpuasa)

 

Peningkatan C-reactive protein sensitivitas-tinggi (≥2,0 mg/dl)

 

Peningkatan lipoprotein ≥50 mg/dl atau ≥125 nmol/l, yang merupakan indikasi relatif pada pemeriksaan riwayat penyakit ASCVD keluarga

 

Peningkatan alipoprotein ≥130 mg/dl atau ≥125 nmol/l, yang merupakan indikasi relatif pada pemeriksaan kadar trigliserida ≥200 mg/dl

 

Indeks ankle-brachial <0,9

Tabel 3. Daftar Peningkat Resiko

4.       Pencegahan primer pada anak dan dewasa muda

Aterosklerosis merupakan proses yang terjadi seumur hidup sebagai akibat dari akumulasi kadar kolesterol tinggi jangka panjang. Sehingga perlu pencegahan primer pada anak dan dewasa muda. Penilaian faktor resiko dan identifikasi riwayat keluarga hiperkolesterolemia penting dilakukan pada anak usia 0-19 tahun, termasuk pada anak yang memiliki kadar lipid yang sangat tinggi akibat obesitas, sehingga perlu penekanan modifikasi gaya hidup secara intensif.

5.       Pencegahan primer: Etnis

Ras dan etnis sangat mempengaruhi resiko ASCVD berikut pilihan terapinya. Resiko yang timbul bervariasi terhadap masing-masing ras dan etnis (tabel 4). Secara khusus, individu Asia Selatan, pribumi Amerika dan Alaska beresiko lebih tinggi dibandingkan populasi kulit putih non-hispanik. Status sosial ekonomi dan tingkat akulturasi (asimilasi dengan penduduk pribumi lokal, dalam hal ini Amerika) diketahui mempengaruhi penyakit aterosklerosis kardiovaskular, dan lebih tinggi pada populasi hispanik. Fakta ini membuat peningkatan sensitifitas statin pada populasi Asia Timur, Jepang menggunakan statin dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan etnis lain.  Terapi pitavastatin intensitas sedang efektif pada populasi pasien ateri koroner di Jepang. Selain itu, metabolisme statin juga dipengaruhi oleh etnis. Kadar plasma rosuvastatin lebih tinggi diamati pada individu beretnis Asia: India, Cina, Melayu dan Jepang dibandingkan dengan individu kulit putih. Sehingga dosis awal rosuvastatin tercatat lebih rendah dikonsumsi oleh populasi ini, dan dokter harus lebih waspada saat menaikkan dosis rosuvastatin. 

 

 

Asia

Hispanik dan Latin

Negro, Pribumi Amerika dan Alaska

Resiko ASCVD

Asia Selatan (Bangladesh, India, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka) beresiko ASCVD lebih tinggi daripada Asia Timur (Jepang, Korea, Cina)

Individu Puerto Rico beresiko paling tinggi mengalami ASCVD. Sedangkan angka mortalitas penyakit kardiovaskular pada Hispanik lebih tinggi daripada individu berkulit putih

Peningkatan resiko ASCVD lebih tinggi dalam hal kejadian penyakit jantung coroner dibandingkan dengan populasi kulit putih non-hispanik

Skor CAC (coronary artery calcium)

Pria Asia Selatan memiliki beban skor CAC serupa dengan pria kulit putih non-hispanik, tapi lebih tinggi daripada pria kulit hitam dan Latin. Sedangkan wanita Asia Selatan memiliki beban skor CAC serupa dengan kelompok etnis dan ras lainnya

Skor CAC lebih rendah daripada ras kulit putih Asia-Amerka dan non-hispanik

Skor CAC lebih rendah daripada ras kulit putih dan hispanik

Tabel 4. Perbedaan Resiko ASCVD dan Skor CAC Berdasarkan Ras dan Etnis

 

6.       Pencegahan primer pada pasien penyakit ginjal kronis dewasa

Penyakit ginjal kronis merupakan salah satu faktor peningkat resiko. Pemberian terapi kombinasi statin intensitas-sedang dan ezetimibe diketahui efektif pada pasien penyakit ginjal kronis berusia 40-75 tahun yang memiliki resiko ASCVD >7,5% dan tidak menerima terapi dialisis ataupun transplantasi ginjal. Namun begitu, bila pasien sedang dalam terapi dialysis dan sudah menerima statin, maka terapi statin tetap boleh dilanjutkan meskipun berpotensi mengalami penurunan efektivitas.

7.       Pencegahan primer pada pasien inflamasi kronis dan HIV

Infeksi virus HIV dan gangguan inflamasi kronis lainnya merupakan faktor peningkat resiko. Dalam populasi ini,  pertimbangkan pemberian statin intensitas sedang atau tinggi  pada individu berusia 40-75 tahun dengan LDL-C 70-189 mg/dl yang memiliki resiko ASCVD dalam 10 tahun sebesar >7,5%. Selain mengevaluasi faktor resiko, terapi statin dapat diberikan berdasarkan pertimbangan profil lipid. Sebagai monitoring respon terapi, lakukan pemeriksaan profil lipid puasa dan faktor resiko penyakit ASCVD sebelum dan 4-12 minggu setelah memulai terapi.

8.       Pencegahan primer pada wanita

Kondisi khusus wanita yang dianggap sebagai faktor peningkat resiko meliputi:

  •  Menopause dini (sebelum usia 40 tahun)
  • Gangguan selama kehamilan, seperti hipertensi, pre-eklamsia, diabetes gestasional, dan diabetes mellitus
  • Melahirkan bayi kecil
  •  Kelahiran prematur

Wanita pada populasi ini dapat dievaluasi menggunakan pemeriksaan skor CAC sebagai pertimbangan pengambilan keputusan terapi statin.

Wanita hamil tidak boleh mengkonsumsi statin

Keputusan ini didasarkan kepada hasil pemeriksaan ke hewan uji. Dimana terdapat bukti bahwa statin menimbulkan efek teratogenik dalam dosis tinggi dan gangguan sintesis kolesterol pada janin yang diamati. Sehingga wanita hamil tidak boleh menerima terapi statin, meskipun dalam kondisi hiperkolesterolemia berat. Wanita yang aktif secara seksual dan menerima terapi statin disarankan untuk menggunakan kontrasepsi. Sedangkan wanita yang berencana hamil harus menghentikan terapi statin 1-2 bulan sebelum kehamilan. Dan jika wanita menerima statin diketahui hamil, maka mereka harus menghentikannya segera setelah kehamilan diketahui.


Pencegahan Sekunder: Penyakit Aterosklerosis

Terapi  statin intensitas-tinggi direkomendasikan untuk semua pasien ASCVD, termasuk sindrom koroner akut, infark miokard, angina stabil atau tidak stabil, atau dengan riwayat revaskularisasi arteri koroner, stroke, serangan iskemik transien, atau penyakit arteri perifer termasuk aneurisma aorta yang berasal dari aterosklerosis.

Dua fenotipe dalam pencegahan sekunder meliputi resiko tinggi dan resiko sangat tinggi (Table 5). Resiko sangat tinggi mencakup riwayat beberapa peristiwa ASCVD utama dan kondisi berisiko tinggi lainnya.

Subkelompok pasien

Rekomendasi

Resiko sangat tinggi

Jika kadar LDL-C ≥70 mg/dl dengan statin, pertimbangkan penambahan ezetimibe. Jika kadar LDL-C ≥70 mg/dl dengan terapi kombinasi statin dan ezetimibe, pertimbangkan penambahan PCKSK9 inhibitor

Bukan resiko sangat tinggi

Usia ≤75 tahun

Target penurunan LDL-C sebesar 50%. Berikan statin intensitas-sedang jika statin intesitas-tinggi tidak dapat ditoleransi oleh pasien

Usia >75 tahun

Mulai atau lanjutkan pemberian statin intensitas-tinggi

Table 5. Pencegahan Sekunder Berdasarkan Resiko

Catatan: Penurunan risiko sebanding dengan penurunan kadar LDL-C

 

Monitoring respon terapi penurun LDL-C

Beberapa guideline menyarankan untuk menilai kepatuhan dan persentase respon terapi segera setelah memulai atau mengubah dosis terapi penurun LDL-C dan mengubah gaya hidup, dengan cara melakukan pemeriksaan profil lipid 4-12 minggu setelah terapi, dan diulangi 3-12 bulan tergantung kondisi klinis pasien.

 

Pertimbangan biaya

Pertimbangan biaya merupakan hal yang sangat penting dalam pemilihan terapi. Sebagai contoh, pemberian terapi PCSK9 inhibitor menimbulkan tambahan biaya yang tidak sedikit, sehingga efektifitas biaya obat ini meningkat hanya jika digunakan pada pasien yang beresiko sangat tinggi. Terapi PCSK9 inhibitor disarankan pada pasien ASCVD resiko sangat tinggi yang tidak mengalami perbaikan profil lipid secara signifikan dengan terapi kombinasi statin dan ezetimibe, atau mereka yang memiliki riwayat keluarga menderita ASCVD prematur.

 

Efek Merugikan Statin

Salah satu cara menilai efek samping statin adalah dengan meninjau manfaat klinis dan membandingkannya dengan potensi penurunan resiko penyakit ASCVD dengan resiko efek samping statin dan interaksi obat. Efek samping umum statin adalah myalgia, peningkatan serum kreatinin kinase dan transaminase. Ketika efek ini terjadi, lakukan penurunan dosis, mengganti dengan alternatif statin yang lain, atau memberikan terapi kombinasi statin dan non-statin. Jika gejala tidak membaik, berikan non-statin lain yang diajurkan. Misalnya alirocumab (PCSK9 inhibitor), yang efektif menurunkan LDL-C terutama pada pasien intoleransi statin.

Selain itu, statin dapat meningkatkan resiko diabetes mellitus pada pasien pradiabetes. Namun beberapa guideline tidak menganjurkan untuk menghentikan terapi ini terkait resiko tersebut, karena manfaat statin jauh lebih besar dibandingkan resiko.


Untuk memudahkan sejawat, perhitungan resiko perkembangan ASCVD dalam 10 tahun menggunaan persamaan Cohort Pooled dapat diakses disini atau versi MESA disiniSedangkan perhitungan CAC dapat diakses disini


Sumber:

1.       Reiter-Brennan C Osei AD, Uddin SMI, Orimoloye OA, Obisesan OH Mirbolouk M, Blaha MJand Dzaye O2020. ACC/AHA Lipid Guidelines: Personalized Care to Prevent Cardiovascular Disease, Cleveland Clinica Journal of Medicine, 87 (4), 231-239, DOI: https://doi.org/10.3949/ccjm.87a.19078. Available on: https://www.ccjm.org/content/87/4/231   

2.       Wilson PWF, Polonsky TS, Miedema MD, Khera A, Kosinski AS, Kuvin JT, 2019, Systematic Review for the 2018 AHA/ACC/AACVPR/AAPA/ABC/ACPM/ADA/AGS/APhA/ASPC/NLA/PCNA Guideline on the Management of Blood Cholesterol: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines, J Am Coll Cardiol, 73 (24): 3210-3227. DOI: https://doi.org/10.1016/j.jacc.2018.11.004. Available on: https://www.jacc.org/doi/full/10.1016/j.jacc.2018.11.004?keytype2=tf_ipsecsha&ijkey=3262ed4f37a468b6874424d779b0a57aa018468d 

3.       Cannon CP, Blazing MA, Giugliano RP, McCagg A, 2015. Ezetimibe Added to Statin Therapy after Acute Coronary Syndromes. N Engl J Med; 372:2387-2397. DOI: 10.1056/NEJMoa1410489. Available on: https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMoa1410489   

4.       Sabatine MS, Guigliano RP, Keech AC, Honarpour N, 2017. Evolocumab and Clinical Outcomes in Patients with Cardiovascular Disease. N Engl J Med 2017; 376:1713-1722, DOI: DOI: 10.1056/NEJMoa1615664. Available on: https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMoa1615664.

5.       Schwart GG, Steg PG, Szarek M, Bhatt DL, 2018. Alirocumab and Cardiovascular Outcomes after Acute Coronary Syndrome, N Engl J Med 2018; 379:2097-2107. DOI: 10.1056/NEJMoa1801174. Available on: https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMoa1801174

 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bagaimana Cara Menghitung ATC dan DDD?

Cara Pemberian Infus Nalokson pada Kasus Penyalahgunaan Opioid

Bagaimana penyesuaian dosis obat antidiabetes oral dan insulin selama bulan Ramadhan?