Bagaimana Cara Menghitung ATC dan DDD?
- Get link
- X
- Other Apps
Istilah Defined Daily Dose atau yang disingkat DDD mungkin tidak asing lagi bagi sejawat apoteker terutama yang bertugas di pelayanan rawat inap. Sesuai dengan tujuan Kebijakan Obat Nasional, salah satunya memastikan penggunaan obat rasional, apoteker di unit layanan diharapkan mampu mengevaluasi apakah penggunaan obat rasional sudah terwujud di fasilitas kesehatan tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengaudit penggunaan obat, baik secara kuantitas maupun kualitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat. Satuan monitoring evaluasi penggunaan obat yang direkomendasikan oleh WHO adalah sistem Anatomy Therapeutic Chemical (ATC)/ Defined Daily Dose (DDD). Sistem ini digunakan untuk menilai kualitas umum penggunaan obat dengan menentukan pola Drug Use 90% (DU90%), yaitu jumlah item obat yang terdapat dalam segmen 90% dari total penggunaan obat.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO
merupakan evaluasi penggunaan obat berkelanjutan untuk memastikan penggunaan
obat rasional. Saat ini dikenal dua jenis EPO, yaitu:
1. EPO kualitatif
Digunakan untuk menilai ketepatan penggunaan obat, menggunakan data peresepan dengan indikasi peresepan. EPO jenis ini dapat mengacu kepada DU90%, menggunakan pengklasifikasian ATC dan DDD. Semakin tinggi nilai DU90% maka semakin sering obat tersebut diresepkan. Sehingga urusan pengadaan obat sampai dengan penyusunan formularium semestinya didasarkan kepada segmen DU90%, kecuali obat-obat emergensi. Bila suatu obat terdapat di segmen 10%, artinya obat tersebut jarang diresepkan, sehingga tidak menjadi prioritas pengadaan obat, kecuali obat tersebut adalah obat emergensi, contohnya antidot.
2. EPO kuantitatif
Digunakan untuk menilai jumlah dan pola penggunaan obat, seperti tren penggunaan, perkiraan prevalensi angka kesakitan berdasarkan obat, dll.
ATC/DDD
Sistem
ATC/DDD dikembangkan pertama kali oleh peneliti Norwegia pada tahun 1976 dan
diadopsi oleh WHO di tahun 1996, dengan tujuan untuk memonitoring pemanfaatan
obat dalam rangka meningkatkan kualitas penggunaan obat. Sistem ini tidak dapat
digunakan sebagai acuan penilaian efikasi suatu obat maupun kelompok obat. Kode
ATC dapat diakses disini. Kode ini
juga dapat ditemukan dalam beberapa buku teks obat internasional (misalnya
Martindale) dan beberapa katalog obat lainnya. Dalam sistem klasifikasi ini,
zat aktif diklasifikasikan menjadi lima tingkatan berdasarkan organ target,
tujuan terapi, sifat farmakologi dan kimia obat.
- Tingkat ke-1 obat dibagi menjadi empat belas kelompok anatomi / farmakologi utama.
- Setiap kelompok utama ATC dibagi menjadi tingkat ke-2 berupa kelompok farmakologis atau terapeutik.
- Tingkat ke-3 dan ke-4 adalah subkelompok kimia, farmakologis atau terapeutik
- Tingkat ke-5 adalah bahan kimia.
- Tingkat ke-2, ke-3 dan ke-4 sering digunakan untuk mengidentifikasi subkelompok farmakologis bila diyakini lebih tepat dibandingkan subkelompok terapeutik atau kimiawi.
- Konsumsi obat dinyatakan dalam biaya, jumlah unit, jumlah resep atau kuantitas fisik obat.
Cara mengakses kode ATC dan DDD
Misalnya,
monoterapi Ciprofloxacin tablet.
- Ketik “Ciprofloxacin” di kolom pencarian, lalu klik “search"
- Lalu muncul 8 kode ATC yang memuat kata kunci “Ciprofloxacin”. Karena data yang kita inginkan adalah monoterapi Ciprofloxacin, maka pilihannya adalah J01MA02
- Maka kode ATC untuk Ciprofloxacin monoterapi adalah J01MA02.
Manfaat penggunaan DDD
- Melihat tren perubahan penggunaan obat dari waktu ke waktu
- Sebagai bahan perbandingan dengan Negara lain
- Mengevaluasi efek intervensi pada penggunaan obat
- Mendokumentasikan intensitas terapi relatif berbagai golongan obat
- Mengikuti perubahan penggunaan suatu golongan obat
- Mengevaluasi efek regulasi dan efek intervensi terhadap pola peresepan
Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
- Data umum unit layanan
Contoh: nama unit layanan (rumah sakit/puskesmas), jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan, jumlah hari rawat pasien (length of stay, LOS) rawat inap, daftar 10 penyakit terbanyak.
- Data item obat yang digunakan setiap bulan selama satu tahun terakhir (atau kurun waktu tertentu)
Contoh: LPLPPO puskesmas yang meliputi nama obat, bentuk sediaan, kekuatan (dosis), kemasan (botol, sachet, dll), jumlah penggunaan obat baik rawat inap dan rawat jalan.
Pengolahan data
1.
Kolom nama obat (generik)
2. Kolom ATC
Dapat diakses disini
3. Kolom DDD
Satuan kekuatan dan DDD berupa gram,
milligram, atau unit internasional.
Hasil tangkap layar dibawah ini menunjukkan
bahwa Ciprofloxacin per oral (tablet dan sirup) mempunyai DDD = 1, U = g, Adm.R
= O. sedangkan Ciprofloxacin injeksi mempunyai DDD = 0,8, U = g, Adm.R = P.
Ciprofloxacin yang digunakan di rumah
sakit A adalah sediaan Ciprofloxacin tablet 500 mg dan sirup 250 mg/5 ml. Kuantitas
penggunaan Ciprofloxacin tablet 500 mg adalah 150 tablet perbulan, sedangkan
kuantitas Ciprofloxacin sirup 250 mg/5 ml adalah 100 botol perbulan.
Maka:
DDD Ciprofloxacin tablet 500 mg (J01MA02) = 75 DDD
DDD Ciprofloxacin sirup 250 mg/5 ml (J01MA02) = 250 g
Konversi ke DDD:
DDD Ciprofloxacin sirup 250 mg/5 ml (J01MA02) = 250 DDD
4. Kolom
total
Didapatkan dengan menjumlahkan nilai
DDD satu obat dari berbagai jenis sediaan dan memperhitungkan lamanya hari
rawat (LOS untuk pasien rawat inap) dan jumlah pasien (untuk pasien rawat
jalan)
Contoh
Total DDD Ciprofloxacin tablet 500 mg
dan sirup 250 mg/5 ml (J01MA02) = 360 + 250 = 325 DDD
5. Kolom DDD
per 100 hari rawat
Biasanya digunakan untuk pasien rawat
inap.
Contoh
Missal, untuk rawat inap total hari
rawat 60 hari, maka:
DDD per 100 hari rawat = 541,7 DDD per 100 hari rawat
6. Kolom DDD
per 1000 pasien
Biasanya digunakan untuk pasien rawat jalan atau komunitas.
Contoh
Missal, untuk rawat jalan total pasien
700 orang, maka:
DDD per 1000 pasien = 464,3 DDD per 1000 pasien.
Artinya, dalam 1000 penduduk,
rata-rata 464,3 DDD ciprofloxacin berbagai bentuk sediaan digunakan, pada hari
tertentu dalam setahun (atau analisis waktu tertentu). Gambaran ini paling
tepat untuk terapi jangka panjang.
7. Drug Utilization
90% (DU90%)
Data DU90% diperoleh dengan
menjumlahkan data penggunaan obat berdasarkan kode ATC. Obat-obat dengan kode
ATC yang sama dihitung sebagai satu kesatuan. Dalam kasus ini, ciprofloxacin
tablet
500 mg dan sirup 250 mg/5 ml memiliki kode ATC yang sama, maka dihitung sebagai satu kesatuan.
Contoh
Missal di suatu rumah sakit mempunyai
data sebagai berikut:
No |
Nama generik |
Bentuk sediaan
dan kekuatan |
Kode ATC |
Jumlah
penggunaan (dalam DDD) |
||
Rawat inap |
Rawat jalan |
Total |
||||
1 |
Ciprofloxacin |
Tablet
500 mg |
J01DH02 |
485,5 |
54 |
539,5 |
2 |
Ciprofloxacin |
Sirup
250 mg |
J01DH02 |
|
|
389 |
3 |
Amoxicillin |
Tablet 500 mg |
|
160 |
448 |
608 |
DU90% menjadi:
No |
Nama generik |
Kode ATC |
Jumlah
penggunaan (dalam DDD) |
||
Rawat inap |
Rawat jalan |
Total |
|||
1 |
Ciprofloxacin |
J01DH02 |
|
|
928,5 |
2 |
Amoxicillin |
J01CA04 |
160 |
448 |
608 |
3 |
dst. |
|
|
|
|
Selanjutnya
data diurut berdasarkan jumlah total penggunaan DDD terbesar sampai terkecil.
Tentukan jumlah total nilai DDD untuk semua obat item obat. Selanjutnya, dengan
menggunakan total nilai DDD tersebut, dapat dilakukan penghitungan persentase
penggunaan satu item obat. Persentase kumulatif kemudian dihitung sesuai dengan
urutan yang telah ditentukan sebelumnya. DU90% ditentukan dengan menentukan
obat-obat yang memiliki persentase kumulatif sampai dengan 90%
Misalnya:
Suatu
rumah sakit mempunyai data penggunaan obat dan presentase serta presentase
kumulatif sebagai berikut:
No. |
Nama
Generik |
Kode
ATC |
Total
DDD |
Persentase |
Persentase
Kumulatif |
1 |
Asam Mefenamat |
M01AG01 |
13093,80 |
6,00 |
|
2 |
Amlodipin |
C08CA01 |
11494,00 |
5,27 |
11,27 |
3 |
Dexamethasone |
H02AB02 |
10698,67 |
4,90 |
16,18 |
4 |
Ranitidin |
A02BA02 |
10613,83 |
4,87 |
21,04 |
5 |
Metilprednisolon |
H02AB04 |
9827,03 |
4,51 |
25,55 |
6 |
Asam Asetilsalisilat |
B01AC06 |
7179,00 |
3,29 |
28,84 |
7 |
Omeprazol |
A02BC01 |
6742,00 |
3,09 |
31,93 |
8 |
Natrium Diklofenak |
M01AB05 |
6348,40 |
2,91 |
34,84 |
9 |
Lansoprazol |
A02BC03 |
5894,00 |
2,70 |
37,54 |
10 |
Sianokobalamin |
B03BA01 |
4665,00 |
2,14 |
39,68 |
11 |
Ciprofloxacin |
J01DH02 |
4579,75 |
2,10 |
41,78 |
12 |
Meloksikam |
M01AC06 |
4228,00 |
1,94 |
43,72 |
13 |
Natrium Diklofenak |
M01AB05 |
4006,00 |
1,84 |
45,55 |
14 |
Rifampisin |
J04AB02 |
3857,75 |
1,77 |
47,32 |
15 |
Diazepam |
N05BA01 |
3827,30 |
1,75 |
49,08 |
|
dst. |
|
|
|
|
|
dst. |
|
|
|
|
58 |
Amoxicillin |
J01CA04 |
625,00 |
0,29 |
89,90 |
59 |
Amlodipin |
C08CA01 |
616,31 |
0,28 |
90,18 |
60 |
Fenitoin |
N03AB02 |
611,50 |
0,28 |
90,46 |
Keterangan:
·
Untuk beberapa kelompok obat yang tidak
memiliki DDD (Misalnya, obat antineoplastik dalam kelompok ATC L01), tampilkan
dalam gram bahan aktif.
·
Saat menyajikan tren konsumsi obat dari waktu
ke waktu, keseluruhan data (misalnya semua tahun) harus selalu diperbarui
(dihitung ulang) dengan menggunakan indeks ATC versi terbaru.
Referensi
:
1.
Kemenkes RI, 2017, Petunjuk Teknis Evaluasi
Penggunaan Obat di Fasilitas Kesehatan, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
2. Departemen
Kesehatan RI, 2006, Kebijakan Obat Nasional, Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Available
on: http://perpustakaan.farmalkes.kemkes.go.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YTNhZDRlZWU0NWNhZTVhYTg3MTNlNDVmNjgzZGQ3MjU1MTYyMmM3Mg==.pdf
3. WHO, 2020,
WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology: ATC/DDD Index 2021,
Norway, WHO Collaborating Centre for Durg Statistics Methodology, Last accessed
January 6th, 2021. Available on: https://www.whocc.no/atc_ddd_index/
4.
WHO, 2021, WHO Collaborating Centre for Drug
Statistics Methodology, Guidelines for ATC Classification and DDD assignment
2021. Oslo, Norway, 20. Available on: https://www.whocc.no/atc_ddd_index_and_guidelines/guidelines/
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment