Bagaimana penyesuaian dosis obat antidiabetes oral dan insulin selama bulan Ramadhan?

Image
Bulan ini umat muslim di seluruh dunia menjalani ibadah puasa ramadhan, termasuk para penderita diabetes. Perubahan pola dan jadwal makan serta aktivitas fisik selama berpuasa akan mempengaruhi kadar gula darah, terutama resiko hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, dehidrasi dan thrombosis. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pasien diabetes sebelum berpuasa di bulan Ramadhan: Melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh 1-2 bulan sebelum ramadhan Melakukan pemantauan kadar gula darah secara teratur, terutama di siang hari dan menjelang berbuka puasa Tidak berpuasa bila merasa tubuh kurang sehat Berkonsultasi dengan Dokter atau Apoteker terkait penyesuaian jadwal minum obat antidiabetes oral atau insulin  Tidak melewatkan waktu makan, menghindari minuman dan makanan manis berlebihan Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan terutama beberapa saat menjelang waktu berbuka puasa Menghentikan puasa bila kadar gula darah kurang dari 80 mg/dl atau lebih dari 300 mg/dl ...

Serial Antihipertensi: Diuretik, pilih yang mana?

Diuretik efektif baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan antihipertensi lain. Diuretik secara umum diindikasikan pada pasien hipertensi dan gagal jantung kongestif. Obat ini biasa dikombinasikan dengan ACEi atau CCB, sebagai pilihan ke 3 atau ke 4 (bila target terapi tidak tercapai dengan kombinasi ACEi dan CCB). 

Diuretik

Obat

Diuretik Thiazide

Chlorothiazide, chlorthalidone, hydrichlorothiazide (HCT), indapamide (generik), metolazone

Loop diuretic

Bumetanide, ethacrynic acid, furosemide, torsemide

Potassium-sparring diuretic

Amiloride, eplerenone, spironolactone, triamterene

Carbonid anhydrase inhibitors

Acetazolamide

Osmotic diuretics

Manitol

Tabel 1. Obat-obat Golongan Diuretik

 

Lokasi aksi obat diuretik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Aksi Diuretik di Ginjal (Lippincott, 2005)

Pemilihan obat tergantung pada berbagai faktor seperti usia, etnis, dan komorbid. Obat-obat golongan ini umumnya mempunyai efek samping meningkatkan diuresis (Tabel 2), gangguan metabolik dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesia dan hipokloremia) (Gambar 2). Ketersediaannya yang luas, dengan biaya yang murah serta profil keamanan yang baik membuat obat ini disukai dan meningkatkan kepatuhan minum obat diantara pasien hipertensi.

Gambar 2. Efek Terapi Diuretik (Walen, 2018)

 

1.      Diuretik tiazid

Farmakokinetik diuretik tiazid:

Diuretik

% Bioavailabilitas Oral

T ½ Eliminasi (jam)

Bendroflumethiazide (2,5-5 mg/hari)

Tidak diketahui

2-5

Chlortalidone (25-50 mg/hari)

64

24-55

Hydrochlorthiazide (12,5-25 mg/hari)

65-75

2,5

Indapamide (2,5 mg/hari)

92

15-25

Keterangan: Thiazide-type diuretic: HCT, bendroflumethiazide

    Thiazide-like diuretic: indapamide dan chlorthalidone

 

Selain mudah diperoleh, murah, mudah digunakan, diuretik tiazid aman bagi lansia dan dapat diberikan 1x sehari sehingga meningkatkan kepatuhan, baik bentuk tunggal maupun kombinasi. Diuretik tiazid kontraindikasi dengan pasien yang hipersensitif dengan tiazid atau golongan sulfonamid, menerima terapi litium (gangguan bipolar), kehamilan dan menyusui, serta gangguan ginjal berat (lebih efektif pada pasien dengan fungsi ginjal normal). Perbedaan efek kedua jenis thiazid disajikan pada tabel berikut:

Parameter

Thiazide-like diuretics vs Thiazide-type diuretics

Penurunan tekanan darah sistolik

Thiazide-like diuretics lebih efektif

Penurunan tekanan darah diastolik

Thiazide-like diuretics lebih efektif

Insiden hipokalemia

Sama

Insiden hiponatremia

Sama

Gula darah

Sama

Total kolesterol

Sama

 

Efek samping utama diuretik thiazid adalah gangguan elektrolit, gula darah dan kolesterol total. Tidak terdapat peningkatan resiko hiponatremia yang signifikan antara Chlorthalidone dan HCT dengan dosis dan frekuensi pemberian yang sama. Obat antihipertensi tidak hanya mampu menurunkan tekanan darah, namun keuntungan lain terhadap sistem kardiovaskular, seperti anti-inflamasi, anti-aterosklerosis, meningkatkan fungsi jantung dan proteksi organ target. Dalam hal ini, diuretik dalam dosis rendah unggul dibandingkan obat antihipertensi lain.


Diantara diuretic tiazid, mana yang paling efektif?

Thiazide-like diuretic lebih unggul dibandingkan thiazide-type diuretic dalam menurunkan tekanan darah tanpa meningkatkan insiden hipokalemia, hiponatremia, dan perubahan dalam gula darah dan total kolesterol serum.

Thiazide-like diuretic

·  Chlorthalidone unggul dalam hal morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular (CVD), namun mekanisme yang mendasarinya masih belum jelas. T1/2 chlorthalidone >50 jam, 5x lipat lebih besar dari T1/2 HCT. Dosis 50 mg HCT setara dengan 25-37 mg chlorthalidone. Dalam hal ketidakpatuhan minum obat (tidak teratur), efikasi chlorthalidone yang panjang membuat obat ini lebih “toleran” dibandingkan HCT. Sebagai anjuran, bila terapi diuretik tiazid diindikasikan pada pasien hipertensi, sebaiknya pilih chlorthalidone. Selain itu, chlorthalidone lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah dan luaran biokimia dibandingkan HCT dan thiazide lainnya

Thiazidee-type diuretic

·   Bendroflumethiazid dan HCT (dalam dosis lazim rendah) relatif kurang ampuh dalam menurunkan tekanan darah dan juga kurang efektif dalam mencegah kejadian morbiditas dan mortalitas CVD. Sedangkan meningkatkan dosis HCT hanya akan mengurangi tolerabilitas karena meningkatkan efek samping

 

Dibandingkan dengan plasebo, penurunan tekanan darah terhadap masing-masing diuretik tiazid dirangkum pada tabel berikut:

Diuretik tiazid

Variasi dosis (mg/hari)

Penurunan tekanan darah sistolik/diastolic (mmHg)

Chlortalidone (11 percobaan)

12,5 - 75

12/4

Hydrochlorthiazide 

(33 percobaan)

6,25

12,5

25

50

4/2

6/3

8/3

11/5

Indapamide (10 percobaan)

1 - 5

9/4

Secara keseluruhan, dosis terendah diuretik tiazid terbukti dapat menurunkan tekanan darah secara maksimal dan dosis lebih tinggi tidak menurunkannya lebih banyak. Secara keseluruhan, tiazid menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik rata-rata sebesar 9/4 mmHg dibanding plasebo. Efek ini lebih besar pada sistolik dibandingkan dengan diastolik, sehingga tiazid dapat menurunkan tekanan nadi sebesar 4 – 6 mmHg. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan yang diberikan oleh ACEi, ARB dan renin inhibitor (3 mmHg) dan beta-bloker non-selektif (2 mmHg). Kesimpulannya, urutan efektivitas dari tertinggi hingga terendah adalah:chlorthalidone > HCT > Indapamide > Bendroflumethiazide.

 

2.      Loop diuretic (diuretic kuat)

Loop diuretic (furosemide, bumetanide, torasemide, azosemide) kurang ampuh bila dibandingkan dengan thiazide. Loop diuretic biasa digunakan sebagai terapi gagal jantung dan edema melalui mekanisme pemblokiran reabsorpsi Na dan Cl di ginjal. Berbeda dengan thiazide, loop diuretic meningkatkan kandungan kalsium urin, sedangkan thiazide menurunkannya. Selain itu, loop diuretic lebih efektif pada pasien dengan gagal ginjal lanjut dan oligouria (maks dosis 2 g/hari) meskipun kondisi ini membutuhkan dosis yang lebih besar, sedangkan golongan tiazid lebih efektif pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Loop diuretic tidak boleh diberikan pada wanita hamil (teratogenik), gagal hati, hipokalemia, hipotensi dan hipersensitivitas.

Azosemide dan torasemide menyebabkan penurunan signifikan dalam hal brain natriuretic peptide (BNP). Torasemide menyebabkan penurunan signifikan collagen volume fraction (CVF) dan udem. Tidak ada perbedaan signifikan dalam hal laju filtrasi glomerulus (GFR), ekstraksi air dan ekskresi natrium. Furosemide dapat menurunkan ambang batas nefrotoksik yang disebabkan oleh aminoglikosida dan sefalosporin bila digunakan secara bersamaan. Dibandingkan furosemide, torasemide memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi, ikatan protein yang lebih tinggi, dan waktu paruh yang lebih lama. Sifat-sifat ini membuat torasemide bekerja lebih cepat, lebih lama, dan lebih jarang menyebabkan micturition (berkemih) cepat dibandingkan furosemid.

Dosis besar dapat menyebabkan ketulian (dapat diatasi dengan memberikan dosis oral yang besar dalam 2 atau lebih dosis terbagi) dan khusus bumetamide dapat menyebabkan mialgia. Sediaan intravena biasa digunakan untuk gagal jantung dekompensasi dan krisis hipertensi. Penggunaan diuretik harus disertai dengan monitoring ketat terhadap keseimbangan elektrolit dan fungsi ginjal.

Diantara Loop diuretic, mana yang paling efektif?

    • Length of stay  di rumah sakit dan penurunan fraksi ejeksi lebih rendah pada torasemide (rute oral lebih rendah dibandingkan IV) dibanding furosemide (berbagai dosis)
    • Torasemide meningkatkan toleransi olahraga, kualitas hidup, fungsi ventrikel kiri, aktivitas saraf simpatis jantung, fibrosis miokard, kongesti paru, edema perifer dibanding furosemide
    • Peningkatan volume urine pada torasemide 20 mg lebih unggul dibandingkan furosemide 40 mg. Namun, torasemide 10 mg vs furosemide 40 tidak berbeda signifikan
    • Torasemide 10 mg dan 10-20 mg memiliki efek signifikan pada ekskresi kalium dibandingkan dengan furosemid 25-40 mg
    • Tidak terdapat perbedaan signifikan antara torasemide, azosemide dan furosemide (berbagai dosis) dalam hal: mortalitas, perbaikan edema, penurunan berat badan, detak jantung, elektrolit urin dan penurunan tekanan darah sistolik / diastolik
    • Bumetanide unggul dalam hal penurunan tekanan darah arteri dan penurunan berat badan selama delapan minggu pertama dibandingkan furosemide.

3.      Diuretik hemat kalium dan antagonis mineralokortikosteroid (aldosteron)

        Mineralocorticoid receptor antagonist (MRA)

a.      Steroid

Generasi pertama: spironolakton dan canrenone.

Generasi kedua: eplerenone, prorenone, mespirenone, spirorenone, drospirenone.

b.      Non-steroid (generasi ketiga/keempat): BAY-94-8862, BR-4628, CS-3150, LY-2623091, MT-3995, PF-3882845, SM-368229

       Epithelial Na+ channel (ENaC) blocker: amiloride dan triamterene

Antagonis aldosterone

Spironolakton efektif pada udem sirosis hati dan sindrom Conn, sedangkan dosis rendahnya efektif pada gagal jantung berat. Obat ini aman digunakan pada anak. Spironolakton (antagonis reseptor aldosterone), eplerenon (antagonis reseptor mineralokortikosteroid selektif, dan amilorid (epithelial kanal Na blocker) merupakan diuretik yang sangat lemah namun sangat bagus karena “hemat kalium”.

Profil farmakologi spironolakton, eplerenone, amiloride dan triamterene

 

Epithelial Na+ channel (ENaC) blocker

Amilorid dan Triamterene merupakan diuretik yang lemah dan bisa menyebabkan retensi kalium, sehingga digunakan sebagai suplementasi kalium pada terapi tiazid atau diuretika kuat. Obat-obat ini mempunyai peran utama dalam terapi gagal jantung, hipertensi refrakter, dan hipertensi portal akibat sirosis hati.

  • Tidak boleh diberikan pada pasien dengan klirens kreatinin < 20 ml/menit
  • Aspirin dapat  mengurangi efek spironolakton
  • Efek samping spironolakton secara umum adalah ginekomastia pada pria (yang mungkin mengganggu) dan haid tidak teratur pada wanita perimenopause
  • Triamterene dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat batu empedu, ginjal karena dapat memicu pembentukan kalkulus. Hindari penggunaan triamterene bersamaan dengan NSAID karena dapat memicu gagal ginjal.
  • Eplerenone (antagonis mineralokortikoid yang lebih selektif) efektif pada pasien gagal jantung pasca infark miokard. Direkomendasikan sebagai obat lini ke 3 atau ke 4 pada hipertensi resisten dan pada pasien yang intoleran dengan spironolakton
  • Antagonis aldosterone tunggal memiliki efek antihipertensi yang sangat lemah, sehingga diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat lain.
  • Hiperaldosteron primer dapat menyebabkan hipertensi resisten. Sehingga penambahan antagonis aldosterone membantu memblokir efek kelebihan aldosterone (beberapa kasus memerlukan tindakan pembedahan).
  • Antagonis aldosterone efektif pada gangguan metabolism (mis. Sindrom Liddle dan Barter), hipertensi portal disertai asites, dan gagal jantung sedang hingga berat.

 

Lalu, mana yang paling efektif?

  • Dari segi farmakologi, afinitas eplerenon lebih rendah untuk progesterone, androgen dan reseptor glukokortikoid dibandingkan eplerenone. Namun eplerenone bersifat non-genomik.
  • Dalam hal tolerabilitas, spironolakton dikaitkan dengan efek samping seksual dan peningkatan konsentrasi kalium (dipengaruhi dosis) lebih besar dibandingkan eplerenone
  • Eplerenon 100 mg unggul dalam menurunkan tekanan darah sebesar 50-75% dibandingkan spironolakton. Dalam suatu penelitian, eplerenone bahkan lebih unggul dibandingkan losartan, dan sebanding dengan amlodipine dalam menurunkan tekanan darah sistolik, namun eplerenone lebih dapat ditoleransi. 
  • Urutan potensi antihipertensi relatif dari tinggi hingga rendah adalah spironolakton > amiloride > eplerenone. Kesetaraan dosisnya yaitu aplerenone-spironolakton 4,5-1 (mis. eplerenone 125 mg ~ spironolakton 25 mg), amiloride-spironolakton 3,3-1, dan eplerenone-amiloride 1,4-1.
  • Spironolakton menyebabkan hyperkalemia yang lebih besar dibandingkan amiloride
  • Kombinasi tiazid atau loop diuretic dengan obat hemat kalium dapat lebih meningkatkan kontrol tekanan darah dan membantu pemeliharaan normokalemia.

 

3.      Penghambat Carbonic Anhydrase

Golongan ini merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan efek diuretiknya. Acetazolamide dan tetes mata dorzolamid menghambat pembentukan cairan bola mata, diindikasikan untuk glaukoma. Acetazolamide juga digunakan untuk pengobatan epilepsi dan peningkatan tekanan intracranial pada anak. Namun, penggunaan diuresis dosis tinggi pada anak penderita penyakit jantung dapat menyebabkan alkalosis metabolik hipokloremik. Sebuah studi mengenai penggunaan acetazolamide oral dan IV pada anak penderita penyakit jantung melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam hal status elektrolit, nitrogen urea darah (BUN) atau serum kreatinin dari baseline. Perubahan terlihat pada serum karbonat yang menurun dan klorida yang meningkat, status asam basa dan pH menurun. Namun tidak ada perubahan output urine pada 8 atau 24 jam setelah terapi acetazolamide. 

 

4.      Diuretika osmotik

Golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena dapat meningkatkan volume darah secara akut. Manitol digunakan pada edema serebral, dengan dosis 1 g/kg sebagai larutan 20% yang diberikan lewat infus intravena dengan kecepatan yang cepat. Manitol juga digunakan untuk mengurangi meningkatnya tekanan intra okuler.

 

Sumber:

  1. Nadar S, Lip G, 2015. Oxford Cardiology Library: Hypertension, Second Edition, United Kingdom: Oxford University Press.
  2. Whalen K, Field C, Radhakrishnan R, 2019. Lippincott® Illustrated Reviews: Pharmacology, Seventh edition, Philadelphia.
  3. Düsing R, 2011. Diuretics in the treatment of hypertension. Efficacy, safety and tolerability. Internist;52(12):1484-91. Doi: 10.1007/s00108-011-2915-3. PMID: 21833757. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21833757/
  4. Liang W, Ma H, Cao L, Yan W, Yang J, 2017. Comparison of thiazide-like diuretics versus thiazide-type diuretics: a meta-analysis. J Cell Mol Med. 2017 Nov;21(11):2634-2642. doi: 10.1111/jcmm.13205. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5661252/
  5. Musini VM, Rezapour P, Wright JM, Bassett K, Jauca CD. Blood pressure-lowering efficacy of loop diuretics for primary hypertension. Cochrane Database Syst Rev. 2015 May 22;2015(5):CD003825. doi: 10.1002/14651858.CD003825.pub4. PMID: 26000442; PMCID: PMC7156893. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26000442/
  6. Sherif NA, Morra ME, Thanh LV, et al, 2019. Torasemide versus furosemide in treatment of heart failure: A systematic review and meta‐analysis of randomized controlled trials. J Eval Clin Pract. 2019;1–10. https://doi.org/10.1111/jep.13261
  7. Li Y, Li L, Guo Z, Zhang S. Comparative effectiveness of furosemide vs torasemide in symptomatic therapy in heart failure patients: a randomized controlled study protocol. Medicine 2021;100:7 (e24661). Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7899842/pdf/medi-100-e24661.pdf
  8. Eid, P.S., Ibrahim, D.A., Zayan, A.H. et al. Comparative effects of furosemide and other diuretics in the treatment of heart failure: a systematic review and combined meta-analysis of randomized controlled trials. Heart Fail Rev 26, 127–136 (2021). https://doi.org/10.1007/s10741-020-10003-7. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32783109/
  9. Whelton A. Long-term bumetanide treatment of renal edema. Comparison with furosemide. J Clin Pharmacol. 1981 Nov-Dec;21(11):591-8. doi: 10.1002/j.1552-4604.1981.tb05669.x. PMID: 7040493. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7040493/   
  10. Struthers A, Krum H, Williams GH. A comparison of the aldosterone-blocking agents eplerenone and spironolactone. Clin Cardiol. 2008 Apr;31(4):153-8. doi: 10.1002/clc.20324. PMID: 18404673; PMCID: PMC6652937. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18404673/
  11. Pelliccia F, Rosano G, Patti G, Volterrani M, Greco C, Gaudio C. Efficacy and safety of mineralocorticoid receptors in mild to moderate arterial hypertension. Int J Cardiol. 2015 Dec 1;200:8-11. doi: 10.1016/j.ijcard.2014.10.150. Epub 2014 Oct 24. PMID: 25466561. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25466561/
  12. Roush GC, Ernst ME, Kostis JB, Yeasmin S, Sica DA. Dose doubling, relative potency, and dose equivalence of potassium-sparing diuretics affecting blood pressure and serum potassium: systematic review and meta-analyses. J Hypertens. 2016 Jan;34(1):11-9. doi: 10.1097/HJH.0000000000000762. PMID: 26556568. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26556568/
  13. Tamargo J, Solini A, Ruilope LM. Comparison of agents that affect aldosterone action. Semin Nephrol. 2014 May;34(3):285-306. doi: 10.1016/j.semnephrol.2014.04.005. Epub 2014 Apr 18. PMID: 25016400.
  14. Moffett BS, Moffett TI, Dickerson HA. Acetazolamide therapy for hypochloremic metabolic alkalosis in pediatric patients with heart disease. Am J Ther. 2007 Jul-Aug;14(4):331-5. doi: 10.1097/MJT.0b013e3180a72154. PMID: 17667206. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17667206/
  15. PIONAS, 2020. Sistem Kardiovaskuler: Diuretika. Available on: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-kardiovaskuler-0/25-diuretika/254-diuretika-osmotik

 


Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Cara Menghitung ATC dan DDD?

Cara Pemberian Infus Nalokson pada Kasus Penyalahgunaan Opioid

Bagaimana penyesuaian dosis obat antidiabetes oral dan insulin selama bulan Ramadhan?