Serial Antihipertensi: Diuretik, pilih yang mana?
- Get link
- X
- Other Apps
Diuretik efektif baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan antihipertensi lain. Diuretik secara umum diindikasikan pada pasien hipertensi dan gagal jantung kongestif. Obat ini biasa dikombinasikan dengan ACEi atau CCB, sebagai pilihan ke 3 atau ke 4 (bila target terapi tidak tercapai dengan kombinasi ACEi dan CCB).
Diuretik |
Obat |
Diuretik Thiazide |
Chlorothiazide,
chlorthalidone, hydrichlorothiazide (HCT), indapamide (generik), metolazone |
Loop diuretic |
Bumetanide,
ethacrynic acid, furosemide, torsemide |
Potassium-sparring diuretic |
Amiloride, eplerenone,
spironolactone, triamterene |
Carbonid anhydrase inhibitors |
Acetazolamide |
Osmotic diuretics |
Manitol |
Tabel 1. Obat-obat Golongan Diuretik
Lokasi aksi obat diuretik dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1.
Lokasi Aksi Diuretik di Ginjal (Lippincott, 2005)
Pemilihan obat
tergantung pada berbagai faktor seperti usia, etnis, dan komorbid. Obat-obat
golongan ini umumnya mempunyai efek samping meningkatkan diuresis (Tabel 2),
gangguan metabolik dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hipokalsemia,
hipomagnesia dan hipokloremia) (Gambar 2). Ketersediaannya yang luas, dengan biaya
yang murah serta profil keamanan yang baik membuat obat ini disukai dan
meningkatkan kepatuhan minum obat diantara pasien hipertensi.
Gambar 2. Efek Terapi Diuretik (Walen,
2018)
1. Diuretik tiazid
Farmakokinetik
diuretik tiazid:
Diuretik |
% Bioavailabilitas Oral |
T ½ Eliminasi (jam) |
Bendroflumethiazide
(2,5-5 mg/hari) |
Tidak diketahui |
2-5 |
Chlortalidone
(25-50 mg/hari) |
64 |
24-55 |
Hydrochlorthiazide
(12,5-25 mg/hari) |
65-75 |
2,5 |
Indapamide (2,5
mg/hari) |
92 |
15-25 |
Keterangan: Thiazide-type diuretic: HCT, bendroflumethiazide
Thiazide-like diuretic:
indapamide dan chlorthalidone
Selain
mudah diperoleh, murah, mudah digunakan, diuretik tiazid aman bagi lansia dan
dapat diberikan 1x sehari sehingga meningkatkan kepatuhan, baik bentuk tunggal
maupun kombinasi. Diuretik tiazid kontraindikasi dengan pasien yang
hipersensitif dengan tiazid atau golongan sulfonamid, menerima terapi litium
(gangguan bipolar), kehamilan dan menyusui, serta gangguan ginjal berat (lebih
efektif pada pasien dengan fungsi ginjal normal). Perbedaan efek kedua jenis thiazid disajikan pada tabel berikut:
Parameter |
Thiazide-like diuretics vs Thiazide-type diuretics |
Penurunan tekanan darah sistolik |
Thiazide-like diuretics lebih
efektif |
Penurunan tekanan darah diastolik |
Thiazide-like diuretics lebih
efektif |
Insiden hipokalemia |
Sama |
Insiden hiponatremia |
Sama |
Gula darah |
Sama |
Total kolesterol |
Sama |
Efek samping utama diuretik thiazid adalah gangguan
elektrolit, gula darah dan kolesterol total. Tidak terdapat peningkatan resiko
hiponatremia yang signifikan antara Chlorthalidone dan HCT dengan dosis dan frekuensi
pemberian yang sama. Obat antihipertensi tidak hanya mampu menurunkan tekanan
darah, namun keuntungan
lain terhadap sistem kardiovaskular, seperti anti-inflamasi,
anti-aterosklerosis, meningkatkan fungsi jantung dan proteksi organ target.
Dalam hal ini, diuretik
dalam dosis rendah unggul dibandingkan
obat antihipertensi lain.
Diantara diuretic tiazid, mana yang
paling efektif?
Thiazide-like
diuretic lebih unggul dibandingkan thiazide-type diuretic dalam menurunkan tekanan darah tanpa
meningkatkan insiden hipokalemia, hiponatremia, dan perubahan dalam gula darah
dan total kolesterol serum.
Thiazide-like
diuretic
· Chlorthalidone
unggul dalam hal morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular (CVD), namun mekanisme yang
mendasarinya masih belum jelas. T1/2 chlorthalidone >50 jam, 5x
lipat lebih besar dari T1/2 HCT. Dosis 50 mg HCT setara dengan 25-37
mg chlorthalidone. Dalam hal ketidakpatuhan minum obat (tidak teratur), efikasi
chlorthalidone yang panjang membuat obat ini lebih “toleran” dibandingkan HCT.
Sebagai anjuran, bila terapi diuretik tiazid diindikasikan pada pasien
hipertensi, sebaiknya pilih chlorthalidone. Selain itu, chlorthalidone lebih efektif dalam menurunkan
tekanan darah dan luaran biokimia dibandingkan HCT dan thiazide lainnya
Thiazidee-type diuretic
· Bendroflumethiazid
dan HCT (dalam dosis lazim rendah) relatif kurang ampuh dalam menurunkan
tekanan darah dan juga kurang efektif dalam mencegah kejadian morbiditas dan
mortalitas CVD. Sedangkan meningkatkan dosis HCT
hanya akan mengurangi tolerabilitas karena meningkatkan efek samping
Dibandingkan
dengan plasebo, penurunan tekanan darah terhadap masing-masing diuretik tiazid dirangkum pada tabel berikut:
Diuretik
tiazid |
Variasi dosis
(mg/hari) |
Penurunan
tekanan darah sistolik/diastolic (mmHg) |
Chlortalidone (11 percobaan) |
12,5 - 75 |
12/4 |
Hydrochlorthiazide (33 percobaan) |
6,25 12,5 25 50 |
4/2 6/3 8/3 11/5 |
Indapamide (10 percobaan) |
1 - 5 |
9/4 |
Secara
keseluruhan, dosis terendah diuretik tiazid terbukti dapat menurunkan tekanan
darah secara maksimal dan dosis lebih tinggi tidak menurunkannya lebih banyak. Secara
keseluruhan, tiazid menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik rata-rata
sebesar 9/4 mmHg dibanding plasebo. Efek ini lebih besar pada sistolik
dibandingkan dengan diastolik, sehingga tiazid dapat menurunkan tekanan nadi
sebesar 4 – 6 mmHg. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan yang diberikan oleh
ACEi, ARB dan renin inhibitor (3 mmHg) dan beta-bloker non-selektif (2 mmHg). Kesimpulannya, urutan efektivitas dari tertinggi hingga terendah adalah:chlorthalidone >
HCT > Indapamide > Bendroflumethiazide.
2. Loop diuretic
(diuretic kuat)
Loop diuretic (furosemide, bumetanide, torasemide, azosemide)
kurang ampuh bila dibandingkan dengan thiazide. Loop diuretic biasa digunakan sebagai terapi gagal jantung dan edema melalui
mekanisme pemblokiran reabsorpsi Na dan Cl di ginjal. Berbeda dengan thiazide, loop diuretic meningkatkan kandungan
kalsium urin, sedangkan thiazide menurunkannya. Selain itu, loop diuretic lebih efektif pada pasien
dengan gagal ginjal lanjut dan oligouria (maks dosis 2 g/hari) meskipun kondisi
ini membutuhkan dosis yang lebih besar, sedangkan golongan tiazid lebih efektif
pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Loop
diuretic tidak boleh diberikan pada wanita hamil (teratogenik), gagal hati,
hipokalemia, hipotensi dan hipersensitivitas.
Azosemide dan torasemide menyebabkan
penurunan signifikan dalam hal brain
natriuretic peptide (BNP). Torasemide menyebabkan penurunan signifikan collagen volume fraction (CVF) dan udem.
Tidak ada perbedaan signifikan dalam hal laju filtrasi glomerulus (GFR),
ekstraksi air dan ekskresi natrium. Furosemide
dapat menurunkan ambang batas nefrotoksik yang disebabkan oleh aminoglikosida
dan sefalosporin bila digunakan secara bersamaan. Dibandingkan furosemide,
torasemide memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi, ikatan protein yang
lebih tinggi, dan waktu paruh yang lebih lama. Sifat-sifat ini membuat
torasemide bekerja lebih cepat, lebih lama, dan lebih jarang menyebabkan micturition (berkemih) cepat
dibandingkan furosemid.
Dosis besar dapat menyebabkan
ketulian (dapat diatasi dengan memberikan dosis oral yang besar dalam 2 atau
lebih dosis terbagi) dan khusus bumetamide dapat menyebabkan mialgia. Sediaan
intravena biasa digunakan untuk gagal jantung dekompensasi dan krisis
hipertensi. Penggunaan diuretik harus disertai dengan monitoring ketat terhadap
keseimbangan elektrolit dan fungsi ginjal.
Diantara Loop diuretic, mana yang paling efektif?
- Length of stay di rumah sakit dan penurunan fraksi ejeksi lebih rendah pada torasemide (rute oral lebih rendah dibandingkan IV) dibanding furosemide (berbagai dosis)
- Torasemide meningkatkan toleransi olahraga, kualitas hidup, fungsi ventrikel kiri, aktivitas saraf simpatis jantung, fibrosis miokard, kongesti paru, edema perifer dibanding furosemide
- Peningkatan volume urine pada torasemide 20 mg lebih unggul dibandingkan furosemide 40 mg. Namun, torasemide 10 mg vs furosemide 40 tidak berbeda signifikan
- Torasemide 10 mg dan 10-20 mg memiliki efek signifikan pada ekskresi kalium dibandingkan dengan furosemid 25-40 mg
- Tidak terdapat perbedaan signifikan antara torasemide, azosemide dan furosemide (berbagai dosis) dalam hal: mortalitas, perbaikan edema, penurunan berat badan, detak jantung, elektrolit urin dan penurunan tekanan darah sistolik / diastolik
- Bumetanide unggul dalam hal penurunan tekanan darah arteri dan penurunan berat badan selama delapan minggu pertama dibandingkan furosemide.
3. Diuretik hemat kalium dan antagonis
mineralokortikosteroid (aldosteron)
Mineralocorticoid
receptor antagonist (MRA) a. Steroid Generasi
pertama: spironolakton dan
canrenone. Generasi kedua:
eplerenone, prorenone,
mespirenone, spirorenone, drospirenone. b. Non-steroid (generasi ketiga/keempat):
BAY-94-8862, BR-4628, CS-3150, LY-2623091, MT-3995, PF-3882845, SM-368229 |
Epithelial Na+ channel (ENaC)
blocker: amiloride dan triamterene |
Antagonis aldosterone
Spironolakton efektif
pada udem sirosis hati dan sindrom Conn,
sedangkan dosis rendahnya efektif pada gagal jantung berat. Obat ini aman
digunakan pada anak. Spironolakton (antagonis reseptor aldosterone), eplerenon (antagonis reseptor mineralokortikosteroid selektif,
dan amilorid (epithelial kanal Na blocker)
merupakan diuretik yang sangat lemah namun sangat bagus karena “hemat kalium”.
Profil farmakologi spironolakton, eplerenone, amiloride dan triamterene
Epithelial Na+ channel (ENaC)
blocker
Amilorid dan Triamterene merupakan diuretik yang lemah dan bisa menyebabkan retensi kalium, sehingga digunakan sebagai suplementasi kalium pada terapi tiazid atau diuretika kuat. Obat-obat ini mempunyai peran utama dalam terapi gagal jantung, hipertensi refrakter, dan hipertensi portal akibat sirosis hati.
- Tidak boleh diberikan pada pasien dengan klirens kreatinin < 20 ml/menit
- Aspirin dapat mengurangi efek spironolakton
- Efek samping spironolakton secara umum adalah ginekomastia pada pria (yang mungkin mengganggu) dan haid tidak teratur pada wanita perimenopause
- Triamterene dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat batu empedu, ginjal karena dapat memicu pembentukan kalkulus. Hindari penggunaan triamterene bersamaan dengan NSAID karena dapat memicu gagal ginjal.
- Eplerenone (antagonis mineralokortikoid yang lebih selektif) efektif pada pasien gagal jantung pasca infark miokard. Direkomendasikan sebagai obat lini ke 3 atau ke 4 pada hipertensi resisten dan pada pasien yang intoleran dengan spironolakton
- Antagonis aldosterone tunggal memiliki efek antihipertensi yang sangat lemah, sehingga diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat lain.
- Hiperaldosteron primer dapat menyebabkan hipertensi resisten. Sehingga penambahan antagonis aldosterone membantu memblokir efek kelebihan aldosterone (beberapa kasus memerlukan tindakan pembedahan).
- Antagonis aldosterone efektif pada gangguan metabolism (mis. Sindrom Liddle dan Barter), hipertensi portal disertai asites, dan gagal jantung sedang hingga berat.
Lalu, mana yang paling efektif?
- Dari segi farmakologi, afinitas eplerenon lebih rendah untuk progesterone, androgen dan reseptor glukokortikoid dibandingkan eplerenone. Namun eplerenone bersifat non-genomik.
- Dalam hal tolerabilitas, spironolakton dikaitkan dengan efek samping seksual dan peningkatan konsentrasi kalium (dipengaruhi dosis) lebih besar dibandingkan eplerenone
- Eplerenon 100 mg unggul dalam menurunkan tekanan darah sebesar 50-75% dibandingkan spironolakton. Dalam suatu penelitian, eplerenone bahkan lebih unggul dibandingkan losartan, dan sebanding dengan amlodipine dalam menurunkan tekanan darah sistolik, namun eplerenone lebih dapat ditoleransi.
- Urutan potensi antihipertensi relatif dari tinggi hingga rendah adalah spironolakton > amiloride > eplerenone. Kesetaraan dosisnya yaitu aplerenone-spironolakton 4,5-1 (mis. eplerenone 125 mg ~ spironolakton 25 mg), amiloride-spironolakton 3,3-1, dan eplerenone-amiloride 1,4-1.
- Spironolakton menyebabkan hyperkalemia yang lebih besar dibandingkan amiloride
- Kombinasi tiazid atau loop diuretic dengan obat hemat kalium dapat lebih meningkatkan kontrol tekanan darah dan membantu pemeliharaan normokalemia.
3. Penghambat Carbonic
Anhydrase
4. Diuretika osmotik
Sumber:
- Nadar S, Lip G, 2015. Oxford Cardiology Library: Hypertension, Second Edition, United Kingdom: Oxford University Press.
- Whalen K, Field C, Radhakrishnan R, 2019. Lippincott® Illustrated Reviews: Pharmacology, Seventh edition, Philadelphia.
- Düsing R, 2011.
Diuretics in the treatment of hypertension. Efficacy, safety and tolerability.
Internist;52(12):1484-91. Doi: 10.1007/s00108-011-2915-3. PMID: 21833757. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21833757/
- Liang W, Ma H,
Cao L, Yan W, Yang J, 2017. Comparison of thiazide-like diuretics versus
thiazide-type diuretics: a meta-analysis. J Cell Mol Med. 2017 Nov;21(11):2634-2642.
doi: 10.1111/jcmm.13205. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5661252/
- Musini VM,
Rezapour P, Wright JM, Bassett K, Jauca CD. Blood pressure-lowering efficacy of
loop diuretics for primary hypertension. Cochrane Database Syst Rev. 2015 May
22;2015(5):CD003825. doi: 10.1002/14651858.CD003825.pub4. PMID: 26000442;
PMCID: PMC7156893. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26000442/
- Sherif NA, Morra ME, Thanh LV, et al, 2019. Torasemide versus
furosemide in treatment of heart failure: A systematic review and meta‐analysis
of randomized controlled trials. J Eval Clin Pract. 2019;1–10. https://doi.org/10.1111/jep.13261
- Li Y, Li L, Guo Z, Zhang S. Comparative effectiveness of furosemide vs torasemide in symptomatic therapy in heart failure patients: a randomized controlled study protocol. Medicine 2021;100:7 (e24661). Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7899842/pdf/medi-100-e24661.pdf
- Eid, P.S., Ibrahim, D.A.,
Zayan, A.H. et al. Comparative effects of furosemide and other
diuretics in the treatment of heart failure: a systematic review and combined
meta-analysis of randomized controlled trials. Heart Fail Rev 26, 127–136
(2021). https://doi.org/10.1007/s10741-020-10003-7. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32783109/
- Whelton A. Long-term bumetanide treatment of
renal edema. Comparison with furosemide. J Clin Pharmacol. 1981
Nov-Dec;21(11):591-8. doi: 10.1002/j.1552-4604.1981.tb05669.x. PMID: 7040493. Available
on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7040493/
- Struthers A, Krum H, Williams GH. A comparison
of the aldosterone-blocking agents eplerenone and spironolactone. Clin Cardiol.
2008 Apr;31(4):153-8. doi: 10.1002/clc.20324. PMID: 18404673; PMCID:
PMC6652937. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18404673/
- Pelliccia F, Rosano G, Patti G, Volterrani M,
Greco C, Gaudio C. Efficacy and safety of mineralocorticoid receptors in mild
to moderate arterial hypertension. Int J Cardiol. 2015 Dec 1;200:8-11. doi:
10.1016/j.ijcard.2014.10.150. Epub 2014 Oct 24. PMID: 25466561. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25466561/
- Roush GC, Ernst ME, Kostis JB, Yeasmin S, Sica
DA. Dose doubling, relative potency, and dose equivalence of potassium-sparing
diuretics affecting blood pressure and serum potassium: systematic review and
meta-analyses. J Hypertens. 2016 Jan;34(1):11-9. doi:
10.1097/HJH.0000000000000762. PMID: 26556568. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26556568/
- Tamargo J, Solini A, Ruilope LM. Comparison of agents that affect aldosterone action. Semin Nephrol. 2014 May;34(3):285-306. doi: 10.1016/j.semnephrol.2014.04.005. Epub 2014 Apr 18. PMID: 25016400.
- Moffett BS, Moffett TI, Dickerson HA.
Acetazolamide therapy for hypochloremic metabolic alkalosis in pediatric
patients with heart disease. Am J Ther. 2007 Jul-Aug;14(4):331-5. doi: 10.1097/MJT.0b013e3180a72154.
PMID: 17667206. Available on: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17667206/
- PIONAS, 2020. Sistem Kardiovaskuler: Diuretika. Available on: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-kardiovaskuler-0/25-diuretika/254-diuretika-osmotik
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment